Bentuk-bentuk Tindak Pidana Mengenai Kesusilaan Beserta Unsurnya

Post a Comment
Tindak Pidana Mengenai Kesusilaan

Situs Hukum -
 Setelah mempelajari pokok bahasan ini diharapkan kamu nantinya bisa dan juga mampu menjelaskan bentuk-bentuk kejahatan mengenai kesusilaan serta unsur-unsurnya.

A. Tindak Pidana Menyerang Rasa Kesusilaan Umum

1. Melanggar Kesusilaan di Depan Umum

Kejahatan yang melanggar kesusilaan dirumuskan dalam Pasal 281 KUHP yang berbunyi:

"Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500,-"

1e. Barangsiapa dengan sengaja secara terbuka melanggar kesusilaan;
2e. Barangsiapa dengan sengaja dihadapan orang lain yang ada disitu bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.

Dalam rumusan Pasal 281 di atas, ada dua bentuk kejahatan melanggar kesusilaan umum, yaitu:

3. Kejahatan yang pertama dirumuskan pada butir 1e terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
a. Unsur Objektif, terdiri dari:

  1. Perbuatan melanggar kesusilaan;
  2. Secara terbuka

b. Unsur subjektif:

  1. Sengaja
4. Kejahatan yang kedua dirumuskan pada butir 2e. 

Dalam butir ini pada dasarnya sama dengan kejahatan yang dirumuskan pertama. Hanya pada kejahatan melanggar kesusilaan yang kedua ini, unsur dimuka umum tidak disebutkan, dan sebagai penggantinya dirumuskan unsur “di depan orang lain yang ada disitu bertentangan dengan kehendaknya”.  

Menurut R. Soesilo mengatakan, bahwa “kesusilaan (Zeden eerbaarheid) adalah perasaan malu yang berhubungan nafsu kelamin misalnya bersetubuh, meraba buah dada orang perempuan, meraba tempat kemaluan wanita, memperlihatkan anggota kemaluan wanita atau pria, mencium dan sebagainya” sifat merusak kesusilaan perbuatan-perbuatan tersebut kadang-kadang amat tergantung pada pendapat umum pada waktu dan di tempat itu.  

Kata di muka umum dalam melihat itu pasal ini menunjuk kepada dapat dilihatnya perbuatan itu oleh orang lain dan ini merupakan ciri dari tindak pidana ini. Kehadiran yang melihat itu sendiri pada tempat dilakukannya perbuatan tidaklah menjadi syarat asal saja perbuatan yang melanggar kesusilaan itu terlihat oleh orang lain. 

2. Kejahatan Pornografi

Kejahatan pornografi dimuat dalam Pasal 282 KUHP. Rumusan kejahatan pada ayat (1) dan ayat (2). Sedangkan pada ayat (3) dirumuskan tentang alasan pemberatan pidana dari kejahatan pornografi dalam ayat (1). 

Tiga bentuk kejahatan pornografi pada ayat (1) Pasal 282 KUHP, yaitu:

  1. Orang yang melakukan perbuatan menyiarkan, mem-pertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambar atau benda yang diketahuinya melanggar kesusilaan;
  2. Orang yang dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, melakukan perbuatan membuat tulisan, gambar, atau membuat benda, memasukkan-nya ke dalam negeri, atau memiliki persediaan tulisan, gambar atau benda yang diketahuinya melanggar kesusilaan;
  3. Orang yang secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan, gambar atau benda tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh yang diketahuinya isinya melanggar kesusilaan.

Kejahatan pornografi pada ayat (2) Pasal 282 juga terdiri dari 3 macam yang perbuatannya sama dengan ayat (1). Hanya saja unsur kesalahannya ada perbedaan, yakni pada kesalahan bentuk kejahatan pornografi yang pertama adalah “kesengajaan” atau “dolus”.

Sedangkan unsur kesalahan pada tiga bentuk kejahatan pornografi pada ayat (2), mengandung unsur kesalahan bentuk “kelalaian” atau “culpa”.

B. Tindak Pidana Persetubuhan

Kejahatan kesusilaan dalam hal persetubuhan dimuat dalam 5 pasal, yaitu: 

  1. Pasal 284 tentang perzinahan (adultery)
  2. Pasal 285 tentang perkosaan (rape)
  3. Pasal 286 tentang bersetubuh dengan perempuan bukan isterinya dalam keadaan pingsan
  4. Pasal 287 tentang bersetubuh dengan perempuan yang belum berumur 15 tahun yang bukan isterinya
  5. Pasal 288 tentang bersetubuh dalam perkawinan dengan perempuan yang belum waktunya dikawini.

1. Kejahatan Perzinaan

Kejahatan zina dirumuskan dalam Pasal 284 ayat (1) terdiri dari empat macam larangan:

  1. Seorang laki-laki yang telah kawin melakukan zina;
  2. Seorang perempuan yang telah kawin melakukan zina;
  3. Seorang laki-laki turut berzina dengan seorang perempuan yang diketahuinya telah kawin;
  4. Seorang perempuan yang turut berzina dengan seorang laki laki yang diketahuinya. 

Zinah menurut R. Soesilo adalah “persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan isteri atau suaminya. Supaya masuk pasal ini harus dilakukan dengan suka sama suka, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak”.

Sedangkan yang dimaksud dengan persetubuhan adalah “peraduan antara anggota kemaluan laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi anggota kemaluan laki-laki harus masuk ke dalam anggota kemaluan perempuan”. 

Jadi seorang laki-laki atau perempuan dikatakan melakukan kejahatan zina menurut Pasal 284 KUHP apabila memenuhi tiga syarat pokok, yaitu:

  • Melakukan persetubuhan dengan perempuan atau laki-laki bukan suami atau bukan isterinya;
  • Bagi dirinya berlaku Pasal 27 BW;
  • Dirinya sedang berada dalam perkawinan.

2. Kejahatan Perkosaan 

Kejahatan perkosaan (verkrachting) dirumuskan dalam Pasal 285 KUHP yang rumusannya adalah sebagai berikut: ”Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang perempuan bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.

Menurut Wirjono Prodjodikoro kata perkosaan sebagai terjemahan dari kualifikasi aslinya (Belanda), yakni verkraachting tidaklah tepat karena istilah perkosaan tidak akan menggambarkan secara tepat tentang perkosaan menurut arti yang sebenarnya dari kualifikasi verkrachting, yakni perkosaan untuk bersetubuh. Oleh karena itu, menurut beliau kualifakasi yang tepat untuk Pasal 285 ini adalah perkosaan untuk bersetubuh.

Rumusan Pasal 285 KUHP unsur-unsurnya sebagai berikut: 

  1. Perbuatannya memaksa
  2. Caranya:
    • dengan kekerasan
    • ancaman kekerasan
  3. Objek: seorang perempuan bukan istrinya
  4. bersetubuh dengan dia 

Pengertian perbuatan memaksa (dwingen) adalah perbuatan yang ditujukan pada orang lain dengan menekan kehendak orang lain yang bertentangan dengan kehendak orang lain itu agar orang lain tadi menerima kehendak orang yang menekan atau sama dengan kehendaknya sendiri. Menerima kehendaknya ini setidaknya ada dua macam, yaitu:

  1. Menerima apa yang akan diperbuat terhadap dirinya, atau
  2. Orang yang dipaksa berbuat yang sama sesuai dengan apa yang dikehendaki orang yang memaksa. 

Kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut ditujukan terhadap wanita itu sendiri dan bersifat sedemikian rupa sehingga wanita tersebut tidak dapat berbuat lain selain membiarkan dirinya untuk disetubuhi.

Cara-cara memaksa disini terbatas dengan dua cara, yaitu kekerasan (geweld) dan ancaman kekerasan (bedreiging met geweld). Dua cara memaksa itu tidak diterangkan lebih jauh dalam undang-undang. Hanya mengenai kekerasan ada pada pasal 89 yang merumuskan tentang perluasan arti dari kekerasan yaitu membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.

R. Soesilo memberi arti kekerasan dengan kata-kata mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil secara tidak sah. Jadi kekerasan adalah ”setiap perbuatan yang menggunakan kekuatan fisik sehingga orang lain tidak mampu untuk berbuat lain selain mengikuti kemauan si pelaku.

3. Persetubuhan dengan Perempuan Bukan Istrinya dalam Keadaan Pingsan

Persetubuhan ini diatur dalam Pasal 286 yang berbunyi ”Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya, sedang diketahuinya bahwa perempuan itu pingsan atau tidak berdaya dihukum penjara selama-lamanya 9 tahun.” 

Unsur-unsur Pasal 286 KUHP adalah sebagai berikut:

Unsur-unsur Objektif:

  1. Perbuatannya: bersetubuh
  2. Objeknya: seorang perempuan bukan istrinya
  3. Dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya

Unsur Subjektif:

  1. Diketahuinya perempuan itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya

Persamaan antara kehatan Pasal 286 dengan 285, ialah sebagai berikut:

  1. Persetubuhan itu telah terwujud pada atau dengan perempuan korban, pada saat korban dalam keadaan tidak berdaya.
  2. Perempuan korban bukan istri si pembuat.

4. Persetubuhan dengan Perempuan yang Umurnya Belum 15 Tahun

Kejahatan yang dimaksudkan di atas dirumuskan dalam Pasal 287, yang selengkapnya sebagai berikut:

(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang perempuan di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa umur belum 15 tahun, atau kalau umurna tidak jelas, bahwa ia belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur perempuan itu belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan Pasal 291 dan Pasal 294.

Apabila rumusan Pasal 287 ayat (1) dirinci terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

Unsur-unsur Objektif:

  1. Perbuatannya: bersetubuh
  2. Objek: dengan perempuan di luar kawin
  3. Yang umurnya belum 15 tahun; atau jika umurnya tidak jelas belum waktunya dikawin.

Unsur Subjektif:

  1. Diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum 15 tahun.  

5. Persetubuhan dengan Isteri yang Belum Waktunya untuk Dikawini

Kejahatan persetubuhan ini, dirumuskan dalam Pasal 288 KUHP pada ayat (1), sedangkan ayat (2) dan ayat (3) merumuskan dasar pemberatan pidananya. Kejahatan pada ayat (1) terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

Unsur-unsur Objektif:

  1. Perbuatannya: bersetubuh;
  2. Objek: dengan perempuan istrinya yang belum waktunya dikawin;
  3. Menimbulkan akibat luka-luka.

Unsur-unsur Subjektif:

  1. Diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa perempuan itu belum waktunya untuk dikawin  

C. Kejahatan Kesusilaan Mengenai Perbuatan Cabul

Tindak pidana kesusilaan mengenai perbuatan cabul dirumuskan dalam Pasal: 289, 290, 292, 293, 294, 295 dan 296, yang semuanya merupakan kejahatan. Masing-masing adalah:

1). Pasal 289, mengatur tentang perbuatan yang menyerang kehormatan atau kesusilaan

Apabila rumusan Pasal 289 tersebut dirinci, akan terlihat unsur-unsur berikut:

  1. Perbuatannya: memaksa
  2. Caranya dengan:
    • kekerasan
    • ancaman kekerasan
  3. Objeknya: seorang untuk:
    • melakukan; atau
    • membiarkan dilakukan
  4. Perbuatan cabul  

2). Pasal 290 mengatur tentang kejahatan perbuatan cabul pada orang pingsan atau tidak berdaya, umurnya berulum 15 tahun dan lain-lain.

Dalam Pasal 290 ada tiga bentuk kejahatan yang dirumuskan pada butir 1, 2, dan 3.

a. Kejahatan butir 1, mempunyai unsur-unsur:

Unsur-unsur Objektif:

  1. Perbuatannya: perbuatan cabul
  2. Objeknya: dengan seorang
  3. Dalam keadaan:
    • pingsan, atau
    • tidak berdaya

Unsur subjektif:

  1. Diketahunya bahwa orang itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.

b. Kejahatan butir 2, mempunyai unsur-unsur:

Unsur-unsur objektif:

  1. Perbuatannya: perbuatan cabul
  2. Objeknya: dengan seorang
  3. Yang:
    • umurnya belum 15 tahun
    • jika tidak jelas umurnya orang itu belum  waktunya untuk dikawin

Unsur subjektif:

  1. Diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum 15 tahun.

c. Kejahatan butir 3: mempunyai unsur-unsur:

Unsur objektif:

  1. Perbuatannya: membujuk
  2. Objeknya orang yang:
    • umurnya belum 15 tahun
    • jika umurnya tidak jelas belum waktunya untuk dikawin
  3. Untuk:
    • melakukan  perbuatan cabul
    • dilakukan perbuatan cabul, atau
    • bersetubuh di luar perkawinan.

Unsur subjektif:

  1. Yang diketahuinya umurnya belum 15 tahun, atau jika tidak jelas umurnya yang besangkutan belum waktunya untuk dikawin.

3). Pasal 292 mengatur tentang perbuatan cabul sesama kelamin (homo seksual)

Apabila rumusan di atas dirinci, maka terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

Unsur-unsur objektif:

  1. Perbuatannya: perbuatan cabul
  2. Si pembuatnya: oleh orang dewasa
  3. Objeknya: pada orang sesama jenis kelamin yang belum dewasa

Unsur Subjektif:

  1. yang diketahuinya belum dewasa
  2. yang seharusnya patut diduganya belum dewasa

4). Pasal 293 mengatur tentang menggerakkan orang belum dewasa untuk melakukan atau dilakukan perbuatan cabul.

Rumusan tentang kejahatan menggerakkan orang yang belum dewasa untuk berbuat cabul, terdapat dalam ayat (1), yang apabila dirinci terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

Unsur-unsur objektif:

  1. Perbuatannya: menggerakkan
  2. Cara-Caranya:
    • memberi uang atau barang
    • menjanjikan memberi uang atau barang
    • menyalahgunakan perbawa yang timbul dari hubungan keadaan
    • penyesatan
  3. Objeknya: orang yang belum dewasa
  4. Yang baik tingkah lakunya
  5. Untuk:
    • melakukan perbuatan cabul
    • dilakukan perbuatan cabul dengannya

Unsur subjektif:

  1. Diketahuinya atau selayaknya harus diduganya tentang belum kedewasaannya

5). Pasal 294 mengatur tentang perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, dan lain-lain.

6). Pasal 295 mengatur tentang memudahkan perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya yang belum dewasa, dan lain-lain.

7). Pasal 296 mengatur tentang memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain sebagai pencarian atau kebiasaan.

Bibliografi:

  • Adami Chazawi. 2005. Tindak Pidana Mengenai Kesopanan. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
  • Kartanegara, Satochid. Tanpa Tahun. Hukum Pidana II Delik-delik Tertentu. Balai Lektur Mahasiswa.
  • Marpaung, Leden. 1996. Kejahatan Terhadap Kesusilaan di Hadapan Umum. Jakarta: Sinar Grafika.
  • Soesilo, R. 1986. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia.
  • Wirjono Prodjodikoro. 1980. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Eresco.
Anda kini sudah mencapai bagian akhir dalam menuntaskan pembahasan Bab XI (kesebelas) yang merupakan materi dari mata kuliah Hukum Pidana. Silahkan klik tombol di bawah ini untuk memilih bab selanjutnya. 👇👇👇
Adam Malik
Pendiri https://www.situshukum.com yang sudah bergelar S.H namun juga gemar dengan dunia Teknologi. Salam Kenal!

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter