Penjelasan Mengenai Asas Legalitas [Pasal 1 KUHP]

Post a Comment

Penjelasan Mengenai Asas Legalitas

Situs Hukum
- Setiap orang yang akan menjalankan undang-undang hukum pidana hendaknya memperhatikan asas hukum yang dicantumkan dalam Pasal 1 KUHP. Ketentuan pasal ini memuat tiang penyangga dari hukum pidana.

Pasal 1 ayat (1) KUHP menyatakan: “Tiada suatu perbuatan yang boleh dihukum melainkan atas kekuatan aturan pidana dalam undang-undang yang terdahulu dari perbuatan itu”. Ketentuan ayat ini memuat asas yang tercakup dalam rumusan: “Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege punali” yang artinya tiada kejahatan, tiada hukuman pidana tanpa undang-undang hukum pidana terlebih dahulu.

Perumusan asas legalitas dari von Feurbach dalam bahasa Latin itu dikemukakan berhubung dengan teorinya yang dikenal dengan nama teori “vom psychologischen zwang”, yaitu yang menganjurkan supaya dalam menentukan perbuatan-perbuatan yang dilarang di dalam peraturan bukan saja tentang macamnya perbuatan yang harus dituliskan dengan jelas, tetapi juga tentang macamnya pidana yang diancamkan.

Dengan cara demikian, maka orang yang akan melakukan perbuatan yang dilarang lebih dahulu telah mengetahui pidana apa yang akan dijatuhkan padanya jika nanti perbuatan itu dilakukan.

Asas legalitas mengandung tiga pengertian, yaitu asas legalitas adalah:

  1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.
  2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi.
  3. Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut. 

Pengertian yang pertama, bahwa harus ada aturan undang-undang yang tertulis lebih dahulu, itu dengan jelas terlihat dalam Pasal 1 KUHP, wettelijke strafbepaling (aturan pidana dalam perundangan). Konsekuensinya adalah perbuatan-perbuatan pidana menurut hukum adat lalu tidak dapat dipidana, sebab dalam hukum adat tidak ditentukan dengan aturan tertulis.

Dalam menentukan ada tidaknya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi yang pada umumnya masih dipakai oleh kebanyakan negara-negara.

Pasal 1 ayat (2) menentukan, jika undang-undang diubah, setelah perbuatan itu dilakukan maka kepada tersangka dikenakan ketentuan yang menguntungkan baginya.

Apabila perbuatan pidana dilakukan sebelum ketentuan pidana yang mengenai perbuatan pidana itu diubah, sehingga perbuatan pidana ini dapat dikenakan dua macam ketentuan pidana ialah yang lama dan yang baru, maka hakim harus menyelidiki terlebih dahulu ketentuan pidana manakah yang lebih menguntungkan bagi terdakwa, yang lama atau yang baru.

Lebih menguntungkan itu berarti ringan hukumannya, soal anasir-anasir perbuatan pidananya, soal masuk delik aduan atau tidak, mengenai persoalan salah tidak salahnya terdakwa dan sebagainya. 

Asas larangan berlaku surut sudah ditentukan untuk segala bidang hukum, yaitu Pasal 2 dari Algemene Bepalingen van Wetgeving (Ketentuan-ketentuan Umum tentang Perundang-undangan).

Asas ini diulangi untuk hukum pidana dan juga termuat sebagai pasal pertama dalam kodifikasi hukum pidana, meniadakan bahwa larangan berlaku surut ini oleh pembentuk undang-undang ditekankan bagi hukum pidana.

Bibliografi

  • Moeljatno. 1983. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Bina Aksara.
  • Soesilo. 1988. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politea.
Note: Untuk menuntaskan bab pertama materi mata kuliah Hukum Pidana ini. Silahkan klik tombol berikut untuk lanjut ke sesi berikutnya. 👇👇👇

Adam Malik
Pendiri https://www.situshukum.com yang sudah bergelar S.H namun juga gemar dengan dunia Teknologi. Salam Kenal!

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter