Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana

Post a Comment

Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana

Situs Hukum
- Aturan hukum pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sesuai asas ruang lingkup berlakunya hukum pidana. Asas ruang lingkup berlakunya aturan hukum, yaitu:

1. Asas Teritorial (Teritorialiteit Beginsel)

Ketentuan asas ini dicantumkan dalam Pasal 2 yang menyatakan bahwa “Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di dalam wilayah Indonesia melakukan tindak pidana”.

Berdasarkan ketentuan pasal ini tegas bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah Indonesia, maka baginya dikenakan aturan pidana yang dicantumkan dalam undang-undang Indonesia.

Yang menjadi ukuran di sini bukan warga negara Indonesia saja yang dikenakan aturan pidana Indonesia melainkan “tindak pidananya terjadi di dalam wilayah Indonesia”.

Jadi bagi orang asing yang berada di Indonesia, artinya selama berada di salah satu wilayah Indonesia, kalau melakukan tindak pidana terhadapnya akan dikenakan hukum pidana Indonesia.

Selain dari penegasan berlakunya aturan pidana Indonesia di dalam wilayah juga ketentuan itu diperluas dengan ketentuan Pasal 3 KUHP yang menyatakan bahwa “Ketentuan pidana dalam Undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar Indonesia di atas kapal Indonesia melakukan tindak pidana”.

Perluasan aturan pidana menurut ketentuan Pasal 3 ini untuk menyatakan suatu kepastian hukum bahwa setiap kapal yang berbendera Indonesia dan bergerak di luar wilayah teritorial, maka aturan pidana terus mengikutinya.

Tetapi tidak berarti bahwa kapal yang berbendera Indonesia itu adalah Wilayah Republik Indonesia, hanya saja ukuran yang dipakai dalam hal ini adalah “alat pelayaran” dan “alat udara” Indonesia.

2. Asas Nasionalitas Aktif (Actief Nationaliteit Beginsel)

Asas kepentingan nasional dalam aturan pidana disebut “Nasionalitas Aktif” atau “Asas Personalitas (personaliteit beginsel) dan dicantumkan dalam Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan, bahwa Ketentuan dalam Undang-undang Indonesia berlaku bagi warga negara Indonesia yang di luar Indonesia melakukan:

  1. Salah satu kejahatan yang ditentukan dalam Bab I dan II Buku kedua dan Pasal 160, 16, 240, 279, 450 dan 451.
  2. Suatu peristiwa yang dipandang sebagai kejahatan yang menurut ketentuan-ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia dan dapat dipidana menurut undang-undang negara tempat perbuatan itu dilakukan.

Lebih lanjut pada ayat (2) Pasal 5 ditentukan, bahwa penuntutan terhadap suatu peristiwa yang dimaksudkan pada poin ke-2 tersebut di atas dapat juga diterapkankan jika tersangka menjadi warga negara Indonesia sesudah melakukan peristiwa itu.

Berdasarkan ketentuan pasal ini, maka bagi warga negara yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Indonesia yang menyangkut keamanan negara, kedudukan Kepala Negara, penghasutan untuk melakukan tindak pidana, tidak memenuhi kewajiban militer, perkawinan melebihi jumlah yang ditentukan dan pembajakan, maka pelakunya dapat dituntut menurut aturan hukum pidana Indonesia oleh pengadilan Indonesia.

Kepentingan nasionalnya di sini terlihat agar pelaku tindak pidana yang warga negara Indonesia itu, walaupun peristiwanya terjadi di luar Indonesia, tidak diadili dan dikenakan hukuman dari negara tempat terjadinya peristiwa itu.

Terhadap asas personalitas ini ada pembatasan hukumannya yang dicantumkam dalam Pasal 6 dan menyatakan bahwa “Berlakunya Pasal 5 ayat (1) sub 2 itu dibatasi hingga tidak boleh dijatuhkannya pidana mati untuk peristiwa yang tidak diancam dengan hukuman mati menurut undang-undang negara tempat peristiwa itu dilakukan” (double criminality policy).

Ketentuan ini untuk melindungi individu sebagai pelaku tindak pidana tertentu di luar wilayah Indonesia yang perbuatannya di negara yang bersangkutan tidak ada aturan pidana yang mengancam dengan hukuman mati.

Maka bagi pelaku tindak pidana itu tidak dapat diancam dengan hukuman mati oleh Penuntut Umum dalam sidang pengadilan Indonesia walaupun aturan hukum pidananya tercantum ancaman hukuman mati.

3. Asas Nasionalitas Pasif (Pasief Nasionaliteit Beginsel)

Asas ini disebut “asas perlindungan” yang menentukan bahwa berlakunya undang-undang hukum pidana sesuatu negara disandarkan kepada kepentingan hukum dari negara yang bersangkutan.

Asas ini adalah didasarkan bahwa tiap-tiap negara yang berdaulat berhak untuk melindungi kepentingan hukumnya, walaupun dilakukan oleh orang di luar negara tersebut (state’s sovereignty).

Asas ini diatur dalam Pasal 4 sub 1e, 2e dan 3e, Pasal 7 dan Pasal 8 KUHP, seperti makar mati terhadap kepala negara, pemalsuan uang atau surat berharga Indonesia. Pasal 7 menentukan jika pegawai Indonesia melakukan kejahatan terhadap kemerdekaan seseorang, seperti memperjualbelikan budak (slavery trafficking).

Pasal 8 tentang nakhoda atau anak buah kapal yang melakukan kejahatan terhadap jiwa orang di luar negeri.

4. Asas Universalitas (Universaliteit Beginsel)

Asas ini menentukan bahwa undang-undang hukum pidana dari suatu negara dapat diberlakukan terhadap siapa saja yang melakukan pelanggaran terhadap ketertiban hukum seluruh dunia.

Dalam KUHP asas ini tercantum dalam Pasal 4 sub 4e, salah satunya kejahatan pembajakan di laut (piracy), walaupun kejahatan tersebut dilakukan di laut bebas.

Note: Untuk menuntaskan bab pertama materi mata kuliah Hukum Pidana ini. Silahkan klik tombol berikut untuk lanjut ke sesi berikutnya. 👇👇👇

Adam Malik
Pendiri https://www.situshukum.com yang sudah bergelar S.H namun juga gemar dengan dunia Teknologi. Salam Kenal!

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter