Dasar-dasar Hukum Pidana: Pengertian, Keistimewaan, Tujuan, Asas dan Sistematika KUHP

Post a Comment
Dasar-dasar Hukum Pidana: Pengertian, Keistimewaan, Tujuan, Asas dan Sistematika KUHP

Situs Hukum - Hukum pidana yang dimaksud dalam bab ini adalah hukum pidana material, bukan hukum pidana formal (Hukum Acara Pidana).

Pengertian Hukum Pidana

Hukum Pidana adalah peraturan atau norma hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan apa yang dapat dipidana, siapa yang dapat dipidana dan apa macam sanksi pidana yang dijatuhkan.

Dengan kata lain, Hukum Pidana (material) adalah keseluruhan peraturan atau hukum yang mengatur perbuatan seseorang atau badan yang dilakukan dengan salah dan melanggar hukum pidana serta diancam dengan sanksi pidana.

Sedangkan Hukum Pidana Formal (Hukum Acara Pidana) adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tata cara melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana material. Dengan lain kata Hukum Acara Pidana (Hukum Pidana Formal) adalah segala peraturan atau hukum yang mengatur tindakan-tindakan aparatur negara apabila diduga terjadi perbuatan pidana menurut hukum pidana material.

Menurut Pompe, Hukum pidana adalah semua peraturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macam-macamnya pidana itu.

Simon mendefinisikan Hukum Pidana adalah semua perintah-perintah dan larangan yang diadakan oleh negara dan yang diancam dengan hukuman pidana. Barangsiapa yang tidak mentaatinya, kesemua aturan-aturan itu menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan untuk menjatuhkan dan menjalankan pidana tersebut.

Van Hamel mengartikan Hukum Pidana adalah semua dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde). Yaitu yang melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa (sanski) kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut.

Sedangkan Hukum Pidana Formal (Hukum Acara Pidana) menurut Simon, adalah hukum yang mengatur tentang cara negara dengan perantaaan para pejabatnya menggunakan haknya untuk memidana.

Van Bemmelen mendefinisikan Hukum Acara Pidana, mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh negara, karena adanya dugaan terjadi pelanggaran undang-undang pidana.

Menurut Hazewinkel - Suringa, bahwa ius poenale (Hukum Pidana Material) adalah sejumlah peraturan hukum yang mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana (sanksi hukum) bagi barangsiapa yang melakukannya.

Keistimewaan Hukum Pidana

Sebagaimana diketahui maksud dan tujuan tiap-tiap macam-macam hukum adalah untuk melindungi kepentingan orang-orang dalam masyarakat di dalam lingkungan sesuatu negara.

Tetapi apabila hukum pidana itu dilaksanakan, maka itu berarti bahwa kepribadian seseorang yang dikenakan hukuman tadi telah dilanggar. Misalnya orang dijatuhi hukuman mati, di denda, dipenjara, berarti hak-haknya sebagai warga negara dirampas oleh negara.

Jadi, jika hukum pidana dilaksanakan, hasilnya malah sebaliknya daripada maksud dan tujuan hukum pada umumnya. Inilah keistimewaan hukum pidana saja. Di satu sisi bertujuan melindungi kepentingan umum (masyarakat), dilain sisi merampas hak/kepentingan orang yang melanggarnya.

Oleh karena itu, maka hukum pidana diumpamakan sebagai sebuah “pedang yang bermata dua”  yang dapat menusuk diri sendiri (pemegangnya).

Tujuan Hukum Pidana

Tujuan hukum pidana adalah untuk mengatur masyarakat sedemikian rupa sehingga hak dan kepentingan masyarakat itu terlidungi. Dengan menjatuhkan sanksi pada orang-orang atau badan yang perbuatannya membahayakan kepentingan orang lain atau masyarakat.

Hukum pidana dapat menjaga ketertiban dan keteraturan dalam masyarakat. Apabila masyarakat tertib dan teratur, maka segala aktivitas kehidupan masyarakat menjadi tenteram dan aman.

Apabila  masyarakat aman dan tenteram, masyarakat bisa bekerja dengan tenang sehingga dapat tercapainya tujuan hukum dan tujuan negara yakni menjadikan masyarakat yang adil dan makmur.

Hukum pidana adalah hukum bersanksi. Sifat hukum pidana yang istimewa bukan hanya norma-normanya, melainkan juga hukuman (sanksi pidana) nya.

Hukuman pidana bersifat “siksaan atau penderitaan” yang dijatuhkan terhadap orang atau badan karena melakukan tindak pelanggaran atau kejahatan yang ditentukan oleh undang-undang pidana (hukum pidana).

Tujuan hukum pidana adalah menjatuhkan sanksi ”pidana” terhadap siapa saja yang melakukan perbuatan pidana dan melanggar undang-undang hukum pidana adalah sebagai “ultimum remedium” (obat terakhir) dengan tujuan untuk melindungi kepentingan umum atau kepentingan masayarakat.

Yang dimaksud dengan “kepentingan hukum atau hak hukum” yang harus dilindungi oleh undang-undang yaitu:
  1. Jiwa/nyawa seseorang
  2. Badan seseorang (fisik)
  3. Kehormatan seseorang
  4. Kesusilaan seseorang
  5. Kemerdekaan seseorang (agama, kepercayaan, dan politik)
  6. Harta benda seseorang
Dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur macam-macam hukuman (pidana), yaitu hukuman pokok dan hukuman tambahan.

Macam-macam hukuman pokok dalam hukum pidana yaitu:
  • a. Hukuman mati;
  • b. Hukuman penjara;
  • c. Hukuman tutupan;
  • d. Hukuman denda.
Yang termasuk hukuman tambahan dalam hukum pidana yaitu:
  • a. Pencabutan hak-hak tertentu
  • b. Perampasan barang-barang tertentu
  • c. Pengumuman keputusan hakim

Asas-asas Hukum Pidana 

Asas hukum pidana dalam KUHP Indonesia itu antara lain asas “legalitas” dengan semboyan yang berbunyi “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali”. Artinya, tidak ada tindak pidana  tidak ada hukuman, kecuali telah ada undang-undangnya lebih dahulu.

Atau dengan kalimat lain, bahwa perbuatan pidana tidak dapat dihukum, bilamana tidak ada undang-undang yang mengaturnya lebih dahulu. Adagium tersebut tercantum dalam pasal 1 ayat (1) KUHP yang menyatakan:
“Tiada suatu perbuatan yang dapat dihukum, melainkan atas kekuatan aturan pidana dalam undang-undang yang ditetapkan terlebih dahulu daripada perbuatan itu” (Geen feit is strafbaar dan uit kracht van eene daaraan voorafgegane wettelijke strafbepaling) terjemahan bebas “tidak ada perbuatan pidana, apabila tidak diatur lebih dahulu dalam undang-undang”.
Ketentuan di dalam pasal 1 ayat (1) KUHP itu dikenal sebagai “asas legalitas” yang mempunyai dua makna yakni:
  1. Untuk kepastian hukum, bahwa undang-undang hanya berlaku untuk kedepan dan tidak berlaku surut (asas non retroactive);
  2. Untuk  kepastian hukum, bahwa sumber hukum pidana tiada lain dari undang-undang (ketentuan hukum umum/lex generalis).
Ketentuan dalam pasal 1 ayat (1) KUHP di atas dikecualikan di dalam yang tersebut dalam pasal 1 ayat (2) KUHP yang berbuyi:
Jika terjadi perubahan dalam peraturan hukum sesudah waktu dilakukan perbuatan itu, maka dipakailah ketentuan yang lebih meringankan bagi tersangka”.
Pasal 1 ayat (2) KUHP ini merupakan ketentuan khusus yang menyampingkan pasal 1 ayat (1) KUHP sebagai ketentuan umum. Dikenal dengan asas lex specialis derogat lex generalis.

Sistematika KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana)

KUHP terdiri dari tiga buku, yaitu:
  1. Buku pertama : memuat peraturan umum (pasal 1 - 103);
  2. Buku kedua : memuat kejahatan-kejahatan (pasal 104 - 488);
  3. Buku ketiga : memuat pelanggaran-pelaggaran (pasal 489  569).

Bibliografi

  • Umar Said Sugiharto. 2009. Pengantar Hukum Indonesia. Malang: Publikasi Online
  • Moelyatno. 1993. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Aneka Cipta.
  • Andi Hamzah. 1994. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Aneka Cipta.
  • Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Note: Untuk menuntaskan bab kesebelas dengan judul Dasar-dasar Hukum Pidana ini dari materi mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia. Silahkan klik tombol berikut untuk lanjut ke sesi berikutnya. 👇👇👇
Adam Malik
Pendiri https://www.situshukum.com yang sudah bergelar S.H namun juga gemar dengan dunia Teknologi. Salam Kenal!

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter