Hukum Pembuktian dan Daluwarsa dalam KUHPer (Kitab Undang-undang Hukum Perdata)

Post a Comment
Hukum Pembuktian dan Daluwarsa

Situs Hukum - Hukum Pembuktian dan Daluwarsa (van bewijsen verjard) diatur dalam Buku IV KUHPerdata (B.W.). Pembuktian sebenarnya termasuk bagian Hukum Acara (procesrecht) yang sebenarnya tidak dimuat dalam B.W. (Hukum Perdata Material). Dalam hukum acara perdata, perihal pembuktian telah dimuat dalam HIR.

Hukum Pembuktian

Di dalam B.W. Pembuktian diatur dalam pasal 1865 s/d pasal 1945).

Menurut pasal 1865 B.W. “barang siapa menyatakan bahwa ia mempunyai hak atas sesuatu atau meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, diwajibkan membuktikan hak-hak tersebut”.

Macam-macan Alat Bukti

Macam-macam alat bukti (Pasal 1866) antara lain:

1. Bukti Tertulis atau Surat

Bukti tertulis atau surat adalah pembuktian dengan surat-surat akte resmi (authentiek) dan surat-surat akte di bawah tangan (onderhands).

Surat/akte resmi (authentiek) adalah suatu akte dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang menurut undang-undang ditugaskan untuk membuat surat-surat akte resmi.

Surat akte dibawah tangan (onderhands) adalah surat-surat/tulisan-tulisan yang tidak dibuat oleh pejabat yang berwenang.

2. Bukti Kesaksian

Bukti kesaksian yaitu setiap orang yang diminta keterangannya oleh pengadilan/lembaga peradilan untuk memberikan kesaksian atas suatu kejadian/peristiwa tertentu yang dilihatnya dan dialami sendiri.

3. Bukti Persangkaan

Bukti persangkaan adalah suatu kesimpulan dari suatu peristiwa yang sudah jelas dan nyata. Atau suatu kesimpulan atas suatu kejadian/peristiwa untuk membuktikan atas suatu perbuatan yang disangkal.

Ada dua macam persangkaan.
  • Pertama, persangkaan yang ditetapkan oleh undang-undang (wettelijk vermoeden) adalah merupakan suatu pembebasan dari kewajiban membuktikan suatu hal untuk menguntungkan salah satu pihak yang berperkara.
  • Kedua, persangkaan yang ditetapkan oleh Hakim (rechterlijk vermoeden), persangkaan ini dilakukan Hakim terhadap suatu peristiwa yang pembuktiannya tidak dapat diperoleh dari  saksi-saksi. Misalnya persangkaan terhadap pelaku zina, tidak harus melihat kejadiannya, cukup mengetahui masuk kamar hotel berdua.

4. Bukti Pengakuan

Bukti pengakuan adalah pernyataan sepihak dari salah satu pihak yang berperkara (dalam suatu proses) yang membenarkan keterangan pihak lawan baik sebagian atau seluruhnya.

Sebenarnya suatu pengakuan bukan suatu alat bukti, tetapi apabila salah satu pihak mengakui perbuatan yang dilakukan, berarti membebaskan suatu kewajiban pihak lawan.

5. Bukti Sumpah

Bukti sumpah menurut undang-undang ada dua macam sumpah, yaitu sumpah yang menentukan (decisoir eed) dan sumpah tambahan (supletoir eed).

Sumpah yang menentukan (decisoir eed) adalah sumpah yang diperintahkan oleh salah satu pihak yang berperkara kepada pihak lawannya dengan maksud untuk mengakhiri perkara yang sedang diperiksa oleh Hakim.

Sumpah tambahan (supletoir eed) adalah sumpah yang diperintahkan oleh Hakim kepada salah satu pihak yang berperkara. Sumpah ini diperintahkan oleh Hakim, karena Hakim berpendapat sudah terdapat suatu “bukti permulaan” yang perlu ditambah dengan “penyumpahan”.

Daluwarsa

Ketentuan mengenai Daluwarsa (Verjaring) diatur dalam pasal 1946 s/d. pasal 1993 B.W.

Daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya atau lampaunya waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang (Pasal 1946 B.W.).

Macam-macam Daluwarsa

Berdasarkan pasal 1946 B.W., ada (2) dua macam daluwarsa, yaitu:
  • Pertama adalah untuk memperoleh suatu hak-hak kebendaan (acquisitieve verjaring). Lembaga Acquisitieve verjaring, bukan dimaksudkan sebagai cara untuk memperoleh atau mengambil hak milik. Melainkan untuk membuktikan atau sebagai bukti bahwa orang tertentu dan dalam waktu tertentu telah menguasai suatu benda dengan itikad baik. Menurut pasal 1963 B.W., bahwa seseorang yang beritikad baik berdasarkan alas hak yang sah, memperoleh sesuatu benda tak bergerak dengan jalan daluwarsa dengan suatu penguasaan selama 20 tahun, dan apabila ia menguasai 30 tahun tidak dapat dipaksa untuk mebuktikan alas hak.
  • Kedua, daluwarsa sebagai alat untuk dibebaskan dari tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun perseorangan  atau perutangan (pasal 1967 B.W.). Daluwarsa yang kedua ini disebut “extinctieve verjaring”.
Dari uraian tersebut bahwa daluwarsa atas penguasaan suatu benda atau yang bersifat hak kebendaan (acquisitieve verjaring) untuk benda tidak begerak menjadi tidak berlaku setelah berlakunya UUPA.

Karena UUPA tidak mengenal lembaga daluwarsa untuk memperoleh maupun untuk melepaskan hak atas tanah.

Tetapi berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, seseorang dapat memperoleh tanah berdasarkan “rechtsverwerking” yakni mengusai secara fisik tanah selama 20 tahun berturut-turut karena dibiarkan atau ditinggalkan oleh pemilik/penguasanya.

Sedangkan untuk benda-benda bergerak tidak dikenal adanya daluwarsa (verjaring).

Dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, lembaga daluwarsa yang diatur dalam Buku IV B.W. sekarang sudah tidak berlaku.

Bibliografi

Anda kini sudah mencapai bagian akhir dalam menuntaskan pembahasan Bab VII (ketujuh) dengan judul Dasar-dasar Hukum Perdata yang merupakan materi dari mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia. Silahkan klik tombol di bawah ini untuk memilih bab selanjutnya. 👇👇👇
Adam Malik
Pendiri https://www.situshukum.com yang sudah bergelar S.H namun juga gemar dengan dunia Teknologi. Salam Kenal!

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter