Hukum Perikatan: Pengertian, Sumber Hukum, Macam-macam dan Sebab Terhapusnya

Post a Comment
Hukum Perikatan

Situs Hukum - Hukum Perikatan (verbintenissenrecht) diatur di dalam Buku III B.W. yang memuat masalah-masalah yang berhubungan dengan perikatan. Di dalamnya diatur hubungan hukum antara subyek hukum yang satu dengan yang lain. Khususnya apabila menimbulkan hak dan kewajiban yang terjadi karena pemenuhan perikatan maupun akibat tidak dipenuh perikatan.

Perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yaitu antara kreditur dan debitur dibidang harta kekayaan, dimana pihak yang satu (kreditur) berhak atas suatu prestasi, dan pihak yang lain (debitur) berkewajiban memenuhi prestasi.

Dari pengertian perikatan tersebut, pihak yang berkewajiban memenuhi perikatan disebut “debitur”, pihak yang berhak atas pemenuhan sesuatu perikatan disebut “kreditur”.

Kreditur dan debitur disebut “subyek hukum”.

Yang menjadi “obyek perikatan” antara kreditur dan debitur adalah “prestasi”. Menurut pasal 1234 B.W. macam-macam prestasi berupa:
  1. Memberikan sesuatu, seperti membayar harga, menyerahkan barang dan sebagainya;
  2. Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak, membongkar bangunan, membangunkan rumah;
  3. Tidak berbuat sesuatu, misalnya untuk tidak mendirikan sesuatu bangunan, untuk tidak menggunakan merk dagang tertentu.
Apabila debitur tidak memenuhi atau tidak menepati perikatan disebut “cidera janji” atau “wanprestasi”. Sebelum dinyatakan cidera janji terlebih dahulu harus dilakukan somasi (ingebrekestelling) yaitu suatu peringatan kepada debitur agar memenuhi “prestasi” (kewajiban)-nya.

Seorang debitur dinyatakan wanprestasi apabila:
  1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali;
  2. Memenuhi prestasi tapi terlambat;
  3. Memenuhi prestasi tapi salah/keliru.
Apabila seorang debitur dalam keadaan tertentu beranggapan bahwa perbuatannya akan merugikan, maka ia dapat meminta pembatalan perikatan.

Apabila debitur wanprestasi, maka kreditur dapat memilih diantara beberapa kemungkinan tuntutan (gugatan) menurut pasal 1267 B.W. yaitu:
  1. Pemenuhan perikatan;
  2. Pemenuhan perikatan dengan ganti kerugian;
  3. Ganti kerugian;
  4. Pembatalan perjanjian timbal balik;
  5. Pembatalan dengan ganti kerugian;

Macam-macam Perikatan

Macam-macam perikatan antara lain:
  1. Perikatan Sipil (Civiele verbintenissen), yaitu perikatan yang apabila tidak dipenuhi dapat dilakukan gugatan (hak tagihan). Misalnya jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa dan sebagainya.
  2. Perikatan Wajar (Natuurlijke verbintenissen) yaitu perikatan yang tidak mempunyai hak tagihan akan tetapi kalau sudah dibayar atau dipenuhi tidak dapat diminta kembali. Misalnya hutang karena taruhan atau perjudian, persetujuan di waktu pailit dan sebagainya.
  3. Perikatan yang dapat dibagi (deelbare verbintenissen) yaitu perikatan yang menurut sifat dan maksudnya dapat dibagi-bagi dalam memenuhi prestasinya. Misalnya perjanjian membangun rumah, jembatan dan sebagainya.
  4. Perikatan yang tak dapat dibagi (ondeelbare verbintenissen) yaitu perikatan yang menurut sifat dan maksudnya tidak dapat dibagi-bagi dalam melaksanakan prestasinya. Misal perjanjian menyanyi.
  5. Perikatan pokok (Principale verbintenissen / hoofdverbintenissen) adalah perikatan yang dapat berdiri sendiri tidak tergantung pada perikatan-perikatan lainnya. Misalnya: jual beli, sewa menyewa, hutang piutang dan sebagainya.
  6. Perikatan tambahan (accessoire verbintenissen / nevenverbintenissen) adalah perikatan tambahan dari perikatan pokok dan tak dapat berdiri sendiri. Misalnya perjanjian gadai, hipotik, hak tanggungan merupakan perjanjian tambahan dari perjanjian hutang piutang.
  7. Perikatan spesifik (spesifieke verbintenissen) ialah perikatan yang secara khusus ditetapkan macam prestasinya.
  8. Perikatan generik (generieke verbintenissen) adalah perikatan yang hanya ditentukan menurut jenisnya.
  9. Perikatan sederhana (eenvoudige verbintenissen) adalah perikatan yang hanya ada satu prestasi yang harus dipenuhi oleh debitur.
  10. Perikatan jamak (meervoudige verbintenissen) adalah perikatan yang pemenuhannya oleh debitur lebih dari satu macam prestasi harus dipenuhi maka disebut bersusun (cumulatieve verbintenis). Namun jika hanya salah satu saja di antaranya yang harus dipenuhi itu maka disebut perikatan boleh pilih (alternatife verbintenis).
  11. Perikatan fakultatif (fakultatife verbintenis) adalah perikatan yang telah ditentukan prestasinya, akan tetapi jika karena sesuatu sebab tidak dapat dipenuhi maka debitur berhak memberi prestasi yang lain.
  12. Perikatan murni (zuivere verbintenis) adalah perikatan yang prestasinya seketika itu juga wajib dipenuhi.
  13. Perikatan bersyarat (voorwaardelijk verbintenis) adalah perikatan yang pemenuhannya oleh debitur, digantungkan kepada suatu syarat. Yaitu keadaan-keadaan yang akan datang atau yang pasti terjadi, jika perikatannya itu pemenuhannya masih digantungkan pada waktu tertentu maka disebut perikatan dengan penentuan/berketapan waktu (verbintenis met tijdsbepaling).
Dari Hukum Perikatan dapat timbul hak-hak relative (hak-hak perseorangan/persoonlijke rechten) yaitu hak-hak yang hanya wajib dihormati dan diakui oleh orang-orang yang berkepentingan karena hubungan perikatan saja.

Misalnya hak tagihan, hak menyewa, hak memungut hasil dan sebagainya.

Sebab Terhapusnya Perikatan

Menurut Pasal 1381 B.W., suatu perikatan dapat hapus karena:
  1. Pembayaran (betaling) yaitu jika kewajiban terhadap perikatan itu telah dipenuhi (dipenuhinya prestasi). Pembayaran harus diartikan secara luas. Misalnya seorang pekerja melakukan pekerjaan termasuk juga pembayaran. Ada kemungkinan pihak ketiga yang membayar hutang seorang debitur kemudian sendiri menjadi kreditur baru pengganti kreditur yang lama. Keadaan semacam itu disebut subrogasi.
  2. Penawaran pembayaran tunai diikuti penyimpanan (consignatie) adalah pembayaran tunai oleh debitur kepada kreditur, namun tidak diterima oleh kreditur tetapi kemudian oleh debitur dititipkan atau disimpan di Pengadilan Negeri. Kalau pengadilan mengesahkan pembayaran itu maka perikatan dianggap hapus.
  3. Pembaharuan hutang (novasi) adalah apabila hutang yang lama digantikan dengan hutang yang baru.
  4. Imbalan (vergelijking) atau kompensasi adalah apabila kedua belah pihak saling mempunyai hutang, maka hutang mereka masing-masing diperhitungkan. Misalnya A mempunyai hutang  kepada B Rp. 100.000,00; dan B mempunyai hutang keapada A Rp 75.000,00, maka jika diadakan kompensasi, sisa hutangnya A kepada B masih Rp 25.000,00.
  5. Percampuran hutang (Schuldvermenging) adalah apabila pada suatu perikatan kedudukan kreditur dan debitur menjadi satu (menyatu) pada satu orang. Misalnya pada warisan, perkawinan dengan harta gabungan dan sebagainya. Contoh: Debitur (A) mempunyai hutang kepada kreditur (B). Kemudian debitur (A) kawin dengan kreditur (B), maka terjadilah percampuran harta dalam perkawinan. Dengan demikian hapuslah hutang debitur (A) kepada kreditur (B).
  6. Pembebasan hutang (kwijtschelding der schuld) adalah perbuatan hukum kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya kepada debitur.
  7. Kebatalan dan pembatalan (nietigheid of te niet doening) adalah apabila dalam perikatan tidak terpenuhinya syarat subjektif mengenai syarat sahnya perjanjian, maka perikatan (perjanjian) dapat dibatalkan. Di sini harus ada perbuatan pembatalan, bukan batal demi hukum. Kalau batal demi hukum, dianggap tidak ada perikatan/perjanjian. Batal demi hukum atau batal dengan sendirinya tidak diperlukan tindakan pembatalan.
  8. Hilangnya/musnahnya benda yang diperjanjikan (het vergaan der verschuldigde zaak) adalah apabila benda yang diperjanjikan musnah atau hilang atau menjadi tidak dapat diperdagangkan. Maka perikatan menjadi hapus.
  9. Berlakunya syarat batal (door werking ener ontbindende voorwaarde) adalah suatu perikatan yang sudah ada (sudah terjadi) yang berakhirnya digantungkan pada peristiwa yang belum tentu atau tidak tentu terjadi. Misalnya A mengadakan perjanjian sewa menyewa rumah (sudah terjadi pejanjian) dengan B. Perjanjian sewa akan berakhir apabila Rumah A sudah selesai dibangun (dapat ditempati). Perikatan ini berbeda dengan perikatan berketetapan waktu maupun perikatan bersyarat.
  10. Kadaluwarsa (verjaring) adalah daluwarsa atau lewat waktu menurut pasal 1946 adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu, atas suatu syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Menurut Pasal 1967 B.W., bahwa segala tuntutan hukum baik bersifat kebendaan maupun perseorangan, hapus karena daluwasa dengan lewatnya waktu 30 tahun.

Sumber Hukum Perikatan

Menurut pasal 1233 B.W. ada dua macam sumber hukum perikatan, yakni:
  1. Perjanjian (Pasal 1313 s/d. 1351 B.W.);
  2. Undang-undang (Pasal 1352 s/d. 1380 B.W.).

1. Hukum Perikatan yang bersumber pada Perjanjian

Perjanjian adalah suatu persetujan antara seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih. (Pasal 1313 B.W.).

Syarat Sahnya Perjanjian

Suatu perjanjian dianggap sah apabila dipenuhi 4 (empat) syarat, yaitu:
  1. Ada kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan dirinya; (ada persetujuan kehendak antara para pihak yang membuat perjanjian). Artinya pihak-pihak yang membuat perjanjian harus mempunyai kemauan secara sukarela atau bebas untuk mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian. Kemauan (kehendak) sukarela (bebas) merupakan syarat utama untuk sahnya suatu perjanjian. Perjanjian “dapat dibatalkan” apabila syarat kesepakatan (kemauan bebas/sukarela) tidak dipenuhi. Misalnya terjadi karena paksaan (dwang), kekhilafan (dwaling) atau penipuan (bedrog).
  2. Ada kecakapan untuk membuat perjanjian; artinya kedua belah pihak harus cakap menurut hukum untuk bertindak sendiri (rechtsbekwaamheid/capacity). Misalnya: dewasa, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum. Apabila syarat kecakapan tidak dipenuhi, maka perjajian “dapat dibatalkan”.
  3. Ada suatu hal tertentu; artinya barang yang menjadi “obyek” perjanjian harus ditentukan jenisnya. Apabila syarat “suatu hal tertentu” tidak dipenuhi, maka perjanjian “batal demi hukum”.
  4. Ada suatu sebab yang halal (causa halal); artinya jika suatu perjanjian tidak ada “sebab” atau “causa” (oorzaa), maka perjanjian tidak mempunyai kekuatan hukum. Pengertian lain “sebab atau causa” yang halal ialah tidak boleh bertentangan dengan undang, kesusilaan dan ketertiban/kepentingan umum. Suatu perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum menjadi “batal demi hukum”. 
Kesepakatan dan kecakapan merupakan syarat “subyektif” yang apabila salah satunya tidak dipenuhi dalam suatu perjanjian, maka perjanjian “dapat dibatalkan”.

Selain itu adanyan hal tertentu” atau “sebab yang halal” sebagai syarat “obektif” apabila tidak ada dalam suatu perjanjian, maka perjanjian “batal demi hukum”. Artinya dianggap “tidak pernah ada suatu perjanjian”.

Perjanjian merupakan salah satu sumber (pokok) perikatan yang lebih banyak diatur dalam B.W. dibandingkan dengan perikatan yang lahir karena Undang-undang.

Jenis-jenis Perjanjian

Jenis-jenis perjanjian tertentu (perjanjian khusus) yang diatur di dalam buku III B.W. antara lain:

a. Perjanjian jual beli (koop en verkoop)
Jual beli adalah suatu persetujuan antara dua pihak, dimana pihak ke satu berjanji akan menyerahkan suatu barang dan pihak lain akan membayar harga yang telah disetujuinya.

Syarat-syarat jual beli ialah:
  • Harus antara mata uang dan barang;
  • Barang yang dijual adalah milik sendiri;
  • Jual beli itu bukan antara suami istri yang masih dalam perkawinan;
Untuk menghindarkan atau mengurangi resiko-resiko tersebut maka pada waktu sekarang ada macam-macam jual beli sebagai berikut:
  • Jual beli dengan percobaan (koop op proef) adalah jual beli yang berlakunya masih ditangguhkan pada hasil-hasil percobaan dalam satu masa. Jika si pembeli menyetujui, maka jadilah perikatan itu, jika tidak, maka perikatan itu tidak berlaku.
  • Jual beli dengan contoh (koop en monster) adalah jual beli yang disertai contoh-contoh jenis barang yang ditawarkan. Contoh-contoh ini maksudnya untuk disamakan dengan barang-barang yang akan diterimanya nanti. Jika barang-barang yang diterima pembeli tidak sama jenisnya dengan contoh, maka ia dapat menuntut pembatalan jual beli.
  • Beli sewa (huurkoop) adalah perjanjian jual beli dimana si pembeli menjadi pemilik mutlak dari barang yang dibelinya itu, pada saat angsuran terakhir telah dibayar. Sedangkan selama barang itu belum lunas dibayar, kedudukan si pembeli sama dengan seorang penyewa. Jika si pembeli sewa tidak mau membayar sewanya perikatan dapat diputuskan.
b. Perjanjian tukar menukar (Pasal 1541 B.W.) adalah sama dengan perjanjian jual beli. Namun bedanya pada tukar menukar kedua belah pihak berkewajiban saling untuk menyerahkan barang, sedangkan pada jual beli pihak yang satu wajib menyerahkan barang pihak yang lain menyerahkan uang.

c. Perjanjian sewa menyewa (Pasal 1548 B.W.) adalah suatu perjanjian dimana pihak pertama (yang menyewakan) memberi izin dalam waktu tertentu kepada pihak lain (si penyewa) untuk menggunakan barangnya dengan kewajiban dari si penyewa untuk membayar sejumlah uang sewaannya.

d. Perjanjian kerja/perburuhan (Pasal 1601 B.W.) adalah suatu perjanjian dimana pihak pertama (buruh, pekerja) akan memberikan tenaganya untuk melakukan sesuatu pekerjaan bagi pihak lain (majikan) dengan menerima upah yang telah ditentukan.

e. Perserikatan/perseroan perdata (Pasal 1618 B.W.) adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang yang mengikatkan dirinya masing-masing untuk mengumpulkan sesuatu (harta atau tenaga) dengan maksud membagi-bagi keuntungan yang diperoleh daripadanya.

f. Pemberian hibah/hadiah (Pasal 1666 B.W.) adalah suatu perjanjian dimana pihak pertama akan menyerahkan suatu benda dengan sukarela karena kebaikannya kepada pihak lain yang menerima pemberian kebaikan itu.

Seperti juga pinjam pakai, pemberian hibah ini adalah suatu perjanjian unilateral (eenzijdig/sepihak), artinya suatu perjanjian yang isinya menyatakan bahwa hanya pihak pemberi sajalah yang wajib melaksanakan prestasi.

g. Perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 B.W.) adalah suatu perjanjian dimana pihak pertama (yang menitipkan) menyerahkan sesuatu barang untuk dititipkan dan pihak lain (yang dititipi) berkewajiban menyimpan barang tersebut dan mengembalikannya pada waktunya dalam keadaan semula.

h. Pinjam pakai (Pasal 1740 B.W.) adalah perjanjian, dimana pihak pertama (yang meminjamkan) memberikan sesuatu benda untuk dipakai, sedangkan pihak lain (meminjam) berkewajiban mengembalikan barang tersebut tepat pada waktunya dan dalam keadaan semula.

i. Pinjam pakai sampai habis (Pasal 1754 B.W.) adalah suatu perjanjian dimana pihak pertama (yang meminjamkan) menyerahkan sejumlah barang-barang yang habis dipakai kepada pihak lain (si peminjam) dengan ketentuan pihak terakhir ini (si peminjam) akan mengembalikannya sebanyak jumlah yang sama jenisnya dengan barang-barang yang telah dipinjamnya.

j. Perjanjian untung-untungan diatur di dalam pasal 1774 – 1791 B.W. Perjanjian untung-untungan adalah suatu perjanjian yang hasilnya mengenai untung rugi, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak tergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu terjadi.

Perjanjian untung-untungan yang dimaksud oleh pasal 1774 B.W. termasuk di dalamnya meliputi: persetujuan pertanggungan atau asuransi, bunga cagak hidup (lijfrente), perjudian dan pertaruhan (spel en weddenschap).

Persetujuan pertanggungan/asuransi diatur lebih lanjut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan peraturan perundang-undangan selain KUHD.

k. Pemberian kuasa (beban) diatur dalam pasal 1792 B.W. adalah suatu perjanjian dimana seseorang (Lastgever) memberikan sesuatu guna kepentingan dan atas nama si pemberi kuasa (beban).

Pemberian kuasa (beban) dibedakan menjadi 2 macam:
  • perwakilan langsung ialah apabila yang diberi kuasa itu menghubungkan si pemberi kuasa langsung dengan pihak yang dihubungi, misalnya makelar;
  • perwakilan tak langsung ialah apabila yang memberi kuasa itu tidak berhubungan langsung dengan pihak yang dihubungi melainkan hubungannya melalui orang diberi kuasa misalnya komisioner.
l. Pertanggung orang (Borgtocht) diatur dalam pasal 1820 B.W. adalah suatu perjanjian dimana seseorang (si penangung) wajib memenuhi perikatan seorang debitur kepada krediturnya, apabila debitur tadi tidak memenuhi kewajibannya.

Ada persamaan antara gadai, hipotik, fidusia, hak tanggungan atas tanah, dengan pertanggungan orang (Borgtocht) yaitu bahwa kesemuanya merupakan (1) perjanjian dengan jaminan (2) perjanjian assesor.

Sedangkan perbedaannya dengan gadai dan hipotik ialah bahwa, gadai hipotik sebagai jaminan kebendan, sedangkan pertanggungan orang (borgtocht) merupakan jaminan hak perseorangan.

m. Perdamaian perkara (Dading) diatur dalam pasal 1851 B.W. adalah suatu perjanjian dimana pihak-pihak akan menyelesaikan secara damai perkara-perkara tentang penyerahan, janji, atau pengembalian sesuatu barang yang menjadi persengketaan.

Seorang menganggap dirinya sebagai yang berhak akan sesuatu, sedangkan orang lain menyangkal dan tidak mengakuinya. Timbul perselisihan.

Untuk mencegah perselisihan hukum semacam itu kemudian mereka mengadakan persetujuan bahwa masing-masing akan mengorbankan sebagian dari kepentingannya untuk memperoleh kedamaian.

2. Perikatan yang bersumber pada Undang-undang (1352 s/d.1380 B.W.)

Perikatan yang terjadi karena undang-undang, ada dua macam yaitu:
  1. Perikatan yang terjadi karena undang-undang saja;
  2. Perikatan yang terjadi karena undang-undang yang disebabkan oleh perbuatan manusia terdiri dari:
    • a. perbuatan menurut hukum (rechtmatige daad);
    • b. perbutan melanggar hukum (onrechtmatige daad).
Ad. 1) Perikatan yang terjadi karena undang-undang saja, karena suatu keadaan telah ditentukan oleh peraturan perundangan maka timbullah suatu perikatan seperti timbulnya hak dan kewajiban antar dua pihak.

Contoh: antar pemilik perkarangan yang berdekatan (servituut); timbulnya wajib nafkah (alimentasi) antara anak dan orang tuanya (Pasal 321 B.W.).

Ad. 2.a.) Perbuatan menurut hukum (rechtmatige daad) yaitu perbuatan manusia berdasarkan haknya seperti seseorang yang atas kerelaannya sendiri mengurus urusan orang lain (zaakwaarneming - Pasal 1354 B.W.) maka timbullah perikatan terhadap orang itu.

Seseorang yang dengan niat baik membayar hutang yang sebenarnya tidak ada (onverschuldige betaling - Pasal 1359 B.W.), maka timbullah ikatan-ikatan terhadap yang menerima uang untuk menyerahkan kembali dan orang yang telah membayarkan berhak menagih kembali.

Ad.2.b) Tindakan melanggar hukum (onrechtmatige daad) diatur dalam pasal 1365 B.W. dan seterusnya. Contoh: seseorang melempar burung dengan batu dan mengenai genting rumah orang lain sehingga pecah.

Menurut perasaan kesusilaan maupun kesopanan, perbuatan orang itu tidak patut, oleh karena itu wajib memperbaiki atau memberikan ganti rugi.

Perlindungan hukum terhadap perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) diatur dalam pasal 1365 B.W. yang menyatakan "Setiap tindakan melanggar hukum yang menyebabkan kerugian terhadap orang lain, maka orang yang bersalah menyebabkan kerugian itu wajib memberi ganti kerugian”.

Untuk memberi batasan yang jelas tentang arti “perbuatan melanggar hukum” jurisprudensi mengartikan bahwa perbuatan melanggar hukum itu adalah “Berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang: (1) melanggar hak orang lain, (2) atau berlawanan dengan kewajiban hukum orang yang berbuat atau tidak berbuat itu sendiri, (3) atau bertentangan dengan tata susila maupun (4) berlawanan dengan sikap berhati-hati sebagaimana patutnya dalam pergaulan masyarakat, terhadap diri atau barang orang lain.

Berdasarkan ketentuan tersebut, apabila tindakan dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan kepatutan sebagaimana dikehendaki dari pergaulan masyarakat yang baik, tidak perlu khawatir bahwa perbuatannya itu tergolong dalam tindakan melanggar hukum.

Sebab Terhapusnya Perjanjian

Adapun hapusnya atau berakhirnya suatu perjanjian disebabkan oleh:
  1. Telah lampau waktunya;
  2. Telah tercapai tujuannya;
  3. Dinyatakan berhenti;
  4. Dicabut kembali;
  5. Diputuskan oleh hakim.

Bibliografi

Note: Untuk menuntaskan bab ketujuh dengan judul Dasar-dasar Hukum Perdata ini dari materi mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia. Silahkan klik tombol berikut untuk lanjut ke sesi berikutnya. 👇👇👇
Adam Malik
Pendiri https://www.situshukum.com yang sudah bergelar S.H namun juga gemar dengan dunia Teknologi. Salam Kenal!

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter