Situs Hukum - Kali ini kita akan sedikit membahas mengenai bentuk dan sifat negara menurut Hukum Tata Negara (HTN) sebelum memasuki ke pembahasan lanjutannya.
Jadi, silahkan pahami dulu materi ini yaa.
A. Bentuk Negara
Pasal 1 UUD 1945 berserta penjelasannya berbunyi :
- Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
- Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh majelis permusyawaratn rakyat.
“Menetapkan bentuk negara kesatuan dan republik, mengandung isi pokok pikiran kedaulatan rakyat. Majelis Permusyawaratan Rakyat, ialah penyelenggara negara yang tertinggi. Majelis ini dianggap sebagai penjelamaan rakyat, yang memegang kedaulatan negara”.
UUD 1945 baik dalam pembukaan maupun dalam Batang Tubuhnya pada pasal 1 ayat (1) tidak menunjukkan adanya persamaan pengertian dalam menggunakan istilah bentuk negara. Dalam Pembukaannya dinyatakan sebagai berikut:
“………, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada …..”
Selanjutnya dalam pasal 1 ayat (1) dirumuskan sebagai berikut:
“Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”
Dari dua ketentuan tersebut di atas orang tidak dapat mengetahui dengan tepat apakah penggunaan istilah bentuk negara itu ditujukan kepada sifat negara Indonesia sebagai Republik ataukah sebagai negara Kesatuan.
Ketentuan yang memuat bentuk negara dan bentuk Pemerintah (pasal 1 ayat 1) ini, cukup ramai diperdebatkan sewaktu disusun oleh B.P.U.P.K. Walaupun pada umumnya anggota B.P.U.P.K. menghendaki bentuk kesatuan dan republik, tetapi ada juga yang menginginkan bentuk kerajaan dan federal.
Dalam Ilmu Negara pengertian tentang bentuk Negara sejak dahulu kala dibagi menjadi dua yaitu: monarchie dan republik.
Untuk menentukan suatu Negara itu berbentuk monarchie dan republik, dalam Ilmu Negara banyak macam ukuran yang dipakai.
Antara lain Jellinek memakai sebagai kriteria bagaimana caranya kehendak negara itu dinayatakan. Jika kehendak Negara itu ditentukan oleh satu orang saja, maka bentuk Negara itu monarchie dan jika kehendak Negara itu ditentukan oleh orang banyak yang merupakan suatu majelis, maka bentuk negaranya adalah republik.
Pendapat Jellinek ini tidak banyak penganutnya karena banyak mengandung kelemahan. Faham Duguit lebih lazim dipakai, yang menggunakan sebagai kriteria bagaimana caranya kepala Negara itu diangkat. Jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk negaranya disebut monarchie dan Kepala Negaranya disebut raja atau ratu.
Jika kepala negara dipilih melalui suatu pemilihan umum untuk masa jabatan yang ditentukan, maka bentuk negaranya disebut republik dan Kepala Negaranya adalah seorang Presiden.
Jadi menurut ketentuan yang telah dijelaskan di atas maka negara Indonesia mempunyai bentuk negara sebagai republik. Hal ini didasarkan atas cara pemilihan presiden, bahkan bukan hanya oleh majelis melainkan langsung dipilih oleh rakyat.
B. Sifat Negara
Negara mempunyai sifat-sifat khusus yang merupakan manifestasi dari kedaulatan yang dimilikinyadan yang hanya terdapat pada negara saja dan tidak terdapat pada asosiasi atau organisasi lainnya. umumnya bahwa setiap negara mempunyai sifat memaksa, sifat monopoli, dan sifat mencakup semua.
1. Sifat Memaksa
Agar peraturan perundangan ditaati dan dengan demikian penertiban dalam masyarakat tercapai serta timbulnya anarki dapat dicegah, maka negara memiliki sifat memaksa, dalam arti mempunyai kekuasaan untuk memakai kekerasan fisik secara legal. Sarana untuk itu adalah polisi, tentara, dan sebagainya.
2. Sifat Monopoli
Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. dalam rangka ini Negara dapat menyatakan bahwa suatu aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu dilarang hidup dan disebar luaskan, oleh karena bertentangan dengan tujuan masyarakat.
3. Sifat Mencakup Semua
Sifat mencakup semua (all-encompasing, all-embracing) adalah semua peraturan perundangan berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali. keadaan demikian memang perlu, sebab kalau seseorang dibiarkan berada diluar ruang-lingkup aktivitas negara, maka usaha negara kearah tercapainya masyarakat yang dicita-citakan akan gagal.
Bibliografi:
- Hasan Zaini Z. 1974. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung: Alumni.
- Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim. 1983. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT Sastra Hudaya.
- Miriam Budiardjo. 1989. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
Post a Comment
Post a Comment