Perbedaan-perbedaan Istilah yang Terdapat Dalam Hukum Pidana

Post a Comment

Perbedaan Istilah Dalam Hukum Pidana

Situs Hukum -
Kali ini kita akan sedikit menyimpulkan mengenai perbedaan-perbedaan istilah dalam hukum pidana supaya lebih memudahkan kita dalam memahami istilah tersebut.

Tidak semua istilah akan dibahas perbedaannya di sini, namun hanya sebatas istilah yang sering kita dengan jika belajar tentang hukum pidana.

Yuk simak!

A. Perbedaan Pelanggaran dengan Kejahatan

Bisa dikatakan bahwa perbedaan antara pelanggaran dengan kejahatan adalah:

1. Pelanggaran

Orang baru menyadari hal tersebut merupakan tindak pidana karena perbuatan tersebut tercantum dalam undang-undang, istilahnya disebut wetsdelict (delik undang-undang ).

Dimuat dalam buku III KUHP pasal 489 sampai dengan pasal 569. Contohnya yaitu pencurian (pasal 362 KUHP), pembunuhan (pasal 338 KUHP), perkosaan (pasal 285 KUHP).

2. Kejahatan

Meskipun perbuatan tersebut tidak dirumuskan dalam undang-undang menjadi tindak pidana tetapi orang tetap menyadari perbuatan tersebut adalah kejahatan dan patut dipidana, istilahnya disebut rechtsdelict (delik hukum).

Dimuat didalam buku II KUHP pasal 104 sampai dengan pasal 488. Contohnya antara lain yaitu mabuk ditempat umum (pasal 492 KUHP/536 KUHP), berjalan diatas tanah yang oleh pemiliknya dengan cara jelas dilarang memasukinya (pasal 551 KUHP).

Perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran yaitu (Moeljatno, 2002:74):

  1. Pidana penjara hanya diancamkan pada kejahatan saja.
  2. Jika menghadapi kejahatan maka bentuk kesalahan (kesengajaan atau kelapaan) yang diperlukan di situ, harus dibuktikan oleh jaksa, sedangkan jika menghadapi pelanggaran hal itu tidak usah. Berhubung dengan itu kejahatan dibedakan pula dalam kejahatan yang dolus dan culpa.
  3. Percobaan untuk melakukan pelanggaran tak dapat dipidana (Pasal 54 KUHP). Juga pembantuan pada pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60 KUHP).
  4. Tenggang daluwarsa, baik untuk hak menentukan maupun hak penjalanan pidana bagi pelanggaran adalah lebih pendek daripada kejahatan tersebut masing-masing adalah satu tahun dan dua tahun.
  5. Dalam hal pembarengan (concurcus) pada pemidanaan berbeda buat pelanggaran dan kejahatan. kumulasi pidana yang enyeng lebih mudah daripada pidana berat. 

JENIS-JENIS DELIK (TINDAK PIDANA)

1. Delik Kejahatan dan Pelanggaran

Pembagian delik atas kejahatan dan pelanggaran disebutkan oleh UU. Buku II : Kejahatan buku III : Pelanggaran.

Ada dua pendapat :

a. Perbedaan secara Kualitatif

1). Rechtsdelict (en), artinya perbuatan yang bertentangan dengan keadilan.

Pertentangan ini terlepas perbuatan itu diancam pidana dalam suatu per-UU-an atau tidak. Jadi, perbuatan itu benar-benar dirasakan masyarakat sebagai bertentangan dengan keadilan.

Misal: pembunuhan, pencurian. Delik-delik semacam ini disebut kejahatan (mala per se).

2). Wetsdelict (en), artinya perbuatan yang disadari oleh masyarakat sebagai suatu tindak pidana karena UU menyebutnya sebagai delik. Delik semacam ini disebut pelanggaran (mala quia prohibita)

b Perbedaan secara Kuantitatif

Perbedaan ini didasarkan pada aspek kriminologis, yaitu pelanggaran lebih ringan dibandingkan dengan kejahatan. Pembagian delik dalam kejahatan dan pelanggaran terdapat pendapat yang menentang. Dalam RUU KUHP pembagian ini tidak dikenal lagi. Istilah yang dipakai adalah ”Tindak Pidana”.

2. Delik Formil dan Delik Materiil

a. Delik formil

Delik yang perumusannnya dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang oleh UU. Perwujudan delik ini dipandang selesai dengan dilakukannya perbuatan seperti yang tercantum dalam rumusan delik. Misalnya, Pasal 156, 209, 263 KUHP.

b. Delik Materiil

Delik yang perumusannnya dititikbertkan kepada akibat yang tidak dikehendaki (dilarang). Delik ini dikatakan selesai bila akibat yang tidak dikendaki itu telah terjadi. Bila belum, maka paling banyak hanya ada percobaan, misalnya: Pasal-pasal 187, 388 atau 378 KUHP.

B. Perbedaan Pidana Pokok dengan Pidana Tambahan 

Menurut Hermin Hadiati bahwa ketentuan pidana tambahan ini berbeda dengan ketentuan bagi penjatuhan pidana pokok, ketentuan tersebut adalah:

  1. Pidana tambahan hanya dapat dijatuhkan di samping pidana pokok. Artinya, pidana tambahan tidak boleh dijatuhkan sebagai pidana satu-satunya.
  2. Pidana tambahan hanya dapat dijatuhkan apabila di dalam rumusan suatu perbuatan pidana dinyatakan dengan tegas sebagai ancaman, ini berarti bahwa pidana tambahan tidak diancamkan.
  3. Pada setiap jenis perbuatan pidana, akan tetapi hanya diancamkan kepada beberapa perbuatan pidana tertentu.
  4. Walaupun diancamkan secara tegas di dalam perumusan suatu perbuatan pidana tertentu, namun sifat pidana tambahan ini adalah fakultatif. Artinya, diserahkan kepada hakim untuk menjatuhkannya atau tidak.

Perbedaan pidana pokok dan pidana tambahan adalah sebagai berikut:

  1. Pidana tambahan hanya dapat ditambahkan kepada pidana pokok, kecuali dalam hal perampasan barang-barang tertentu terhadap anak-anak yang diserahkan kepada pemerintah. (Pidana tambahan ini ditambahkan bukan kepada pidana pokok melainkan pada tindakan).
  2. Pidana tambahan tidak mempunyai keharusan sebagaimana halnya pada pidana pokok, sehingga sifat dari pidana tambahan ini adalah fakultatif (artinya bisa dijatuhkan maupun tidak). (Hal ini dikecualikan terhadap kejahatan sebagaimana tersebut tersebut dalam ketentuan Pasal 250 bis, 261 dan Pasal 275 KUHP menjadi bersifat imperatif atau keharusan).
  3. Mulai berlakunya pencabutan hak-hak tertentu tidak dengan suatu tindakan eksekusi melainkan diberlakukan sejak hari putusan hakim dapat dijalankan.

C. Perbedaan Hukum Pidana Materil dengan Hukum Pidana Formil

Tentang hukum pidana materil dan hukum pidana formil akan dijelaskan menurut pendapat ahli dibawah ini :

1. Menurut van Hamel

van HAMEL memberikan perbedaan antara hukum pidana materil dengan hukum pidana formil. Hukum pidana materil itu menunjukkan asas-asas dan peraturan-peraturan yang mengaitkan pelanggaran hukum itu dengan hukuman.

Sedangkan hukum pidana formil menunjukkan bentuk-bentuk dan jangka-jangka waktu yang mengikat pemberlakuan hukum pidana materil.

2. Menurut van Hattum

van HATTUM, hukum pidana materil adalah semua ketentuan dan peraturan yang menujukkan tentang tindakan-tindakan yang mana adalah merupakan tindakan-tindakan yang dapat dihukum, siapakah orangnya yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindakan-tindakan tersebut dan hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan terhadap orang tersebut (hukum pidana materil kadang disebut juga hukum pidana abstrak).

Sedangkan hukum pidana formil memuat peraturan-peraturan yang mengatur tentang bagaimana caranya hukum pidana yang bersifat abstrak itu harus diberlakukan secara nyata. Biasanya orang menyebut hukum pidana formil adalah hukum acara pidana.

3. Menurut Simons

Hukum pidana materil itu memuat ketentuan-ketentuan dan rumusan-rumusan dari tindak pidana, peraturan-peraturan mengenai syarat tentang bilamana seseorang itu menjadi dapat dihukum, penunjukkan dari orang-orang yang dapat dihukum dan ketentuan-ketentuan mengenai hukuman-hukumannya sendiri. Jadi ia menentukan tentang bilamana seseorang itu dapat dihukum, siapa yang dapat dihukum dan bilamana hukuman tersebut dapat dijatuhkan.

D. Perbedaan Pidana Bersyarat dengan Pelepasan Bersyarat

Di samping pidana bersyarat, dikenal pula pelepasan bersyarat. Perbedaannya ialah pada pidana bersyarat terpidana tidak pernah menjalani pidananya kecuali jika ia melanggar syarat umum atau syarat khusus yang ditentukan oleh hakim.

Sedangkan pada pelepasan bersyarat terpidana harus menjalani pidananya paling kurang dua per tiga-nya. Pelepasan bersyarat ini tidak imperatif dan otomatis, dikatakan “dapat” diberikan pelepasan bersyarat.

Keputusan untuk memberikan pelepasan bersyarat dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman setelah mendengar pendapat penuntut umum dan tentu pejabat Lembaga Pemasyarakatan, yang lebih mengetahui tingkah laku terpidana selama menjalani pidana penjaranya.

Maksud pelepasan bersyarat sama dengan pidana bersyarat, ialah mengembalikan terpidana ke dalam masyarakat untuk menjadi warga yang baik dan berguna.

Oleh karena itulah, sebelum diberikan pelepasan bersyarat kepada terpidana, harus dipertimbangkan masak-masak kepentingan masyarakat yang menerima bekas terpidana.

Harus dipersiapkan lapangan kerja yang sesuai dengan bakat dan keterampilan yang telah diperolehnya selama dalam Lembaga Pemasyarkatan.

Adam Malik
Pendiri https://www.situshukum.com yang sudah bergelar S.H namun juga gemar dengan dunia Teknologi. Salam Kenal!

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter