Tindak Pidana Pencurian Biasa Dan Unsur-unsurnya

Post a Comment

Tindak Pidana Pencurian Biasa

Situs Hukum -
Kejahatan terhadap harta benda adalah berupa perkosaan/penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda milik orang lain (bukan milik petindak), dimuat dalam Buku II KUHP yaitu:

  1. Pencurian (diefstal), diatur dalam Bab XXII.
  2. Pemerasan dan pengancaman (afpersing dan afdreiging), diatur dalam Bab XXIII.
  3. Penggelapan (verduistering), diatur dalam Bab XXIV.
  4. Penipuan (bedrog), diatur dalam Bab XXV.
  5. Penghancuran dan perusahan benda (versieling og beschadiging van goederen), diatur dalam Bab XXVII.
  6. Penadahan (heling), diatur dalam Bab XXX.

Pengertian pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam pasal 362 KUHP, adalah berupa rumusan pencurian dalam bentuk pokoknya yang berbunyi:

“Barang siapa mengambil sesuatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 900,00”

Untuk lebih jelasnya, apabila dirinci rumusan itu terdiri dari unsur-unsur yakni:

  1. Unsur-unsur objektif, terdiri dari:
    • Perbuatan mengambil
    • Objeknya suatu barang/benda
    • Unsur keadaan yang menyertai/melekat pada benda, yaitu benda tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain.
  2. Unsur-unsur subjektif, terdiri dari:
    • Adanya maksud
    • Yang ditujukan untuk memiliki
    • Dengan melawan hukum

1. Unsur-unsur Objektif

a. Mengambil (Wegnemen)

Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukkan bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana formil. Mengambil adalah suatu tingkah laku positif/perbuatan materiil, yang dilakukan dengan gerakan-gerakan otot yang disengaja yang pada umumnya dengan menggunakan jari-jari dan tangan yang kemudian diarahakan pada suatu benda, menyentuhnya, memegangnya, dan mengangkatnya lalu membawa dan memindahkannya ke tempat lain atau dalam kekuasaanya.

Sebagaimana dalam bentuk tulisan, aktifitas tangan dan jari-jari sebagaimana tersebut di atas bukanlah merupakan syarat dari adanya perbuatan mengambil. Unsur pokok dari perbuatan mengambil adalah harus ada perbuatan aktif, ditujukan pada benda dan berpindahnya kekuasaan benda itu ke dalam kekuasaanya.

Berdasarkan hal tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan sebagai melakukan perbuatan terhadap suatu benda dengan membawa benda tersebut ke dalam kekuasaanya secara nyata dan mutlak. Unsur berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah merupakan syarat untuk selesainya perbuatan mengambil, yang artinya juga merupakan syarat untuk menjadi selesainya suatu pencurian secara sempurna.

Sebagai ternyata dari arrest Hoge Raad (HR) tanggal 12 Nopember 1894 yang menyatakan bahwa “perbuatan mengambil telah selesai, jika benda berada pada pelaku, sekalipun ia kemudian melepaskannya karena diketahui”.

Dari perbuatan mengambil berakibat pada beralihannya kekuasaan atas bendanya saja, dan tidak juga beralihnya hak milik atas benda itu ke tangan petindak. Oleh karena untuk mengalihkan hak milik atas suatu benda tidak dapat terjadi dengan perbuatan yang melanggar hukum, melainkan harus melalui perbuatan-perbuatan hukum, misalnya dengan jalan jual beli, hibah dan lain sebagainya.  

Sehubungan dengan hal ini Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa “unsur memiliki benda adalah kontradiksi dengan unsur melanggar hukum, karena memiliki benda yang berarti menjadikan dirinya pemilik adalah harus menurut hukum, maka tidak mungkin memiliki benda orang lain dengan melanggar hukum itu.

b. Unsur Benda/Barang

Pada mulanya benda-benda yang menjadi objek pencurian ini sesuai dengan keterangan dalam Memorie van Toelichting (MvT) mengenai pembentukan Pasal 362 KUHP adalah terbatas pada benda-benda bergerak (roerend goed) dan benda-benda berwujud (stoffelijk goed).

Benda-benda tidak bergerak, baru dapat menjadi objek pencurian apabila telah terlepas dari benda tetap dan menjadi benda bergerak, rumah yang telah terlepas/dilepas. Apabila petindak terlebih dulu menebang pohon atau melepas daun pintu kemudian diambilnya, maka disamping ia telah melakukan pencurian, ia juga telah melakukan kejahatan perusakan benda (Pasal 406 KUHP).  Dalam hal ini terjadi perbarengan perbuatan (Pasal 65 KUHP).

Benda bergerak adalah setiap benda yang berwujud dan bergerak ini sesuai dengan unsur perbuatan mengambil. Benda yang kekuasaanya dapat dipindahkan secara mutlak dan nyata adalah terhadap benda yang bergerak dan berwujud saja.

Dalam praktik, pengertian benda yang dapat menjadi objek pencurian sebagaimana diterangkan di atas tindak sepenuhnya dianut, kadang-kadang ditafsirkan sedemikian luasnya sehingga sudah jauh menyimpang, sebagaimana dalam kasus-kasus sebagai berikut:

  1. Orang yang perbuatannya menyadap aliran listrik, oleh HR dalam arrestnya tanggal 23 Mei 1921 dikualifisir sebagai pencurian aliran listrik, (dikenal dengan elecktrische arrest). Jelas di sini energy listrik telah tetap menjadi objek pencurian. Dalam masyarakat telah dikenal secara meluas mengenai perbuatan-pencurian terhadap energi listrik yang dapat dikualifikasi sebagai pencurian listrik. Bahkan oleh UU No. 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan perbuatan menggunakan tenaga listrik tanpa hak seperti itu dinyatakan sebagai pencurian sebagaimana yang dimaksud dalam KUHP.
  2. Orang yang mendapatkan gas yang diusahakan Pemerintah Kotamadya yang bertentangan dengan syarat-syarat penyerahan gas melalui suatu meteran, dipersalahkan oleh HR sebagai melakukan pencurian gas, tanpa memperhatikkan siapa yang telah melakukan perusakan meterannya (arrest HR tanggal 9-11-1932).

c. Unsur sebagian maupun seluruhnya milik orang lain

Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik pelaku itu sendiri. Seperti sebuah sepeda motor milik A dan B, yang kemudian A mengambilnya dari B kemudian A menjualnya.  Akan tetapi bila sebelumnya sepeda motor  tersebut telah berada dalam kekuasaannya kemudian menjualnya, maka bukan pencurian yang terjadi melainkan penggelapan (Pasal 372).

Orang lain adalah bukan sebagai si pelaku. Dengan demikian maka pencurian dapat pula terjadi terhadap benda-benda milik suatu badan misalnya milik Negara.

Jadi benda yang dapat menjadi objek pencurian ini haruslah benda-benda yang ada pemiliknya. Benda-benda yang tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi objek pencurian. Misalnya benda yang telah dibuang di tempat sampah.

2.Unsur-unsur subjektif

a. Maksud untuk memiliki

Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni pertama unsur maksud (kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk), berupa unsur kesalahan dalam pencurian, dan kedua unsur memiliki. Dua unsur itu dapat dibedakan dan tidak terpisahkan. Maksud dari perbuatan mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk memilikinya.

Sebagai suatu unsur subjektif, memiliki adalah untuk memiliki bagi diri sendiri atau untuk dijadikan sebagai barang miliknya. Apabila dihubungkan dengan unsur maksud, berarti sebelum melakukan perbuatan mengambil dalam diri petindak sudah terkandung suatu kehendak (sikap batin) terhadap barang itu untuk dijadikan sebagai miliknya.  

Pengertian lain dari memiliki, terdapat dalam MvT mengenai pembentukan pasal 362 KUHP yang menyatakan bahwa memiliki itu adalah menguasai sesuatu benda seolah-olah ia pemilik dari benda tersebut.

Dalam praktik, pengertian yang diberikan oleh MvT inilah yang sering kali dianut, seperti tampak dalam arrest HR tanggal 14-2-1938 yang menyatakan “adalah disyaratkan untuk maksud bertindak seolah-olah pemilik dari suatu benda secara melawan hak incasu petindak telah mengambil arus listrik dengan maksud untuk menggerakkan alat-alat yang terdapat di bengkel ayanya secara melawan hukum.

b. Melawan hukum

Maksud memiliki dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu ditujukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui, sudah sadar memiliki benda orang lain (dengan cara yang demikian) itu adalah bertentangan dengan hukum.

Berhubung dengan alasan inilah, maka unsur melawan hukum dalam pencurian digolongkan ke dalam unsur melawan hukum subjektif. Pendapat ini kiranya sesuai dengan keterangan dalam MvT yang menyatakan bahwa, apabila unsur kesengajaan dicantumkan secara tegas dalam rumusan tindak pidana berarti kesengajaan itu harus ditujukan pada semua unsur yang ada di belakangnya. Unsur maksud merupakan bagian dari kesengajaan.

Bibliografi:

  • Wirjono Prodjodikoro. 1980. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Jakarta-Bandung: Eresco.
  • Lamintang dan Simorangkir. 1979. Delik-Delik Khusus Kejahatan yang Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-lain Hak yang Timbul dari Hak Milik. Bandung: Tarsito.
  • Adami Chazawi. 2004. Kejahatan Terhadap Harta Benda. Malang: Bayu Media.
Note: Untuk menuntaskan bab ketiga belas dari materi "Tindak Pidana Terhadap Harta Benda" mata kuliah Hukum Pidana ini. Silahkan klik tombol berikut untuk lanjut ke sesi berikutnya. 👇👇👇
Adam Malik
Pendiri https://www.situshukum.com yang sudah bergelar S.H namun juga gemar dengan dunia Teknologi. Salam Kenal!

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter