Sistem Pemerintahan Indonesia dan Organisasi Kekuasaan Negara

Post a Comment

Sistem Pemerintahan Indonesia

Situs Hukum - Pada negara-negara demokrasi dikenal dua macam sistem pemerintahan, yaitu  sistem pemerintahan presidensial (fixed executive) dan sistem pemerintahan parlementer (parlementary executive).

Sistem Pemerintahan

1. Sistem Pemerintahan Presidensial (Fixed Executive)

Di dalam Sistem Pemerintahan Presidensial, terdapat pemisahan yang tegas antara kekuasaan  Legislatif (parlemen) dengan kekuasaan Eksekutif (Pemerintah). Pemisahan yang tegas antara kekuasaan eksekutif dengan legislatif ini dipengaruhi oleh teori “Trias Politika” dari “Montesquieu” yang membagi kekuasaan negara atas tiga lembaga, yakni eksekutif, legislative, dan yudikatif.

Pada sistem Pemerintahan Presidensial, Presiden selain sebagai Kepala Negara sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan (Eksekkutif). Dalam sistem ini, lembaga Eksekutif (Presiden) dalam menjalankankan tugas pemerintahan tidak bertanggungjawab kepada lembaga Legislatif (Parlemen), tetapi bertanggungjawab kepada rakyat yang memilihnya.

Demikian pula sebaliknnya lembaga Legislatif (Parlemen) dalam menjalankan tugas kewajibannya tidak bertanggungjawab kepada Presiden, tetapi kepada rakyat pemilihnya.

Oleh karena itu Presiden dan Parlemen dipilih oleh rakyat secara terpisah melalui pemilihan umum. Sehingga ada kemungkinan Pesiden dari Partai X, Parlemen dari Partai Y.

Dalam sistem Presidensial kedudukan Presiden cukup kuat, karena tidak dapat dijatuhkan oleh Parlemen (Legislatif), sebaliknya Presiden juga tidak dapat membubarkan Parlemen. Pada sistem Presidensial, Presiden dapat diimpeachment oleh Parlemen karena dalam menjalankan tugas kewajiban pemerintahan dianggap melanggar Konstitusi, undang-undang, melakukan korupsi, penyuapan atau melakukan tindak pidana berat lainnya yang merugikan negara.

Susunan lembaga Eksekutif dalam sistem Pemerintahan Presidensial terdiri atas atau dipimpin oleh seorang Presiden menjabat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan (Eksekutif) yang didampingi oleh seorang Wakil Presiden.

Dalam menjalankan tugasnya Presiden dibantu oleh sejumlah menteri-menteri negara. Menteri-menteri negara diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Menteri-menteri tidak bertanggungjawab kepada Parlemen. Pada sistem Pemerintahan Presidensial, Presiden sebagai Pemimpin Kabinet Pemerintahan.

Untuk mengetahui Sistem Pemerintahan “Presidensial” di Indonesia saat ini, dapat diketahui dari Konstitusi negara R.I. (UUD 1945) sebagai berikut:

  1. Presiden R.I. memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD (Pasal 4 ayat (1));
  2. Dalam menjalankan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden (Pasal 4 ayat (2));
  3. Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR (pasal 5 ayat (1));
  4. Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang (Pasal 5 ayat (2));
  5. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat (Pasal 6A ayat (1));
  6. Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR (Pasal 7C);
  7. Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara (Pasal 10);
  8. Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain (Pasal 11 ayat (1));
  9. Presiden menyatakan keadaan bahaya, syarat-syaratnya dan akibatnya yang ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 12);
  10. Presiden mengangkat Duta dan Konsul; menerima penempatan Duta negara lain (Pasal 13 ayat  (1) dan (3));
  11. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (Pasal 14 ayat (1)), dan memberi amnesti dan abolisi dengan pertimbangan  memperhatikan DPR (Pasal 14 ayat (2));
  12. Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang (Pasal 15);
  13. Presiden membentuk Dewan Pertimbangan yang memberikan nasehat kepada Presiden yang ditetapkan dalam undang-undang (Pasal 16);
  14. Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara; Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (Pasal 17 ayat (1) dan (2));
  15. Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) dalam hal ihwal kepetingan yang memaksa (Pasal 22 ayat (1));
  16. DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang (Pasal 20 ayat (1));
  17. DPR mempunyai fungsi legislasi, anggraran dan pengawasan (Pasal 20 A);
  18. DPR mempunyai hak: interplasi, angket, menyatakan pendapat (Pasal 20 A ayat (2));
  19. Anggota DPR mempuntai hak: mengajukan pertanyaan, usul dan pendapat, serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat (3));
  20. Aggota DPR berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang (Pasal 21).

Dari pasal-pasal UUD 1945 dapat diketahui, bahwa sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah “Presidensial”.

Selain itu Pemerintah (Eksekutif) tidak bertanggung jawab kepada Parlemen (DPR) tapi bertanggung jawab kepada rakyat menurut UUD (Pasal 1 ayat (2) UUD 1945). Dalam Kabinet Presidensial, kabinet bertanggungjawab kepada Presiden, karena menteri-menteri negara diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Dalam sistem “Presidensial” Presiden tidak dapat membubarkan parlemen (DPR) karena DPR tidak bertanggung jawab kepada Presiden, demikian sebaliknya parlemen (DPR) tidak dapat menjatuhkan kabinet atau  memberhentikan Presiden, karena Presiden (eksekutif) tidak dipilih/diangkat oleh parlemen (DPR).

Kedudukan Presiden dan parlemen (DPR) dalam sistem presidensial sederajat atau sama-sama kuat, karena itu tidak bisa saling menjatuhkan. Oleh karena itu dalam sistem presidensial tidak dikenal adanya partai oposisi yang bisa menjatuhkan eksekutif (kabinet).

Walaupun demikian parlemen (DPR) dalam sistem presidensial mempunyai kedudukan yang kuat, selain sebagai legislator dan pembuatan anggaran, juga mempunyai fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan  anggaran, pelaksanaan pemerintahan dan pelaksanaan undang-undang yang dilakukan oleh eksekutif.

Menurut Pasal 7 A UUD 1945, Presiden dan/atau Wakil Presiden Indonesia dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, maupun apabila terbukti tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Untuk mengetahui bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 A UUD 1945, maka Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diperiksa dan  diadili serta dikeluarkan putusan lebih dahulu oleh Mahkamah Konstitusi atas permintaan MPR (Pasal 7 B ayat (1) dan (4) UUD 1945).

Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden dinyatakan bersalah melanggar hukum dan/atau tidak dapat memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil presiden, maka DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/Wakil Presiden kepada MPR.

Atas usul DPR, MPR menyelenggarakan sidang paripurna pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden yang dihadiri sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota MPR, dan disetujui sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR yang hadir.

Setelah Presiden dan/Wakil Presiden diberi kesempatan menjelaskan dalam rapat paripurna MPR (Pasal 7 B ayat (5) (6) dan ayat (7) UUD 1945).

2. Sistem Pemerintahan Parlementer (Parlementary Executive)

Dalam Pemerintahan yang bersistem Parlementer terdapat dua lembaga tinggi negara yang saling memengaruhi, yakni eksekutif dan legislatif. Eksekutif dan Parlemen pada sistem Parlementer tergantung satu sama yang lain.

Eksekutif dipimpin oleh Perdana Menteri yang dibentuk oleh Parlemen yang partainya mengusai  mayoritas (di Parlemen) yang dipilih rakyat melalui Pemilihan Umum.

Dalam hal ini yang memilih Kepala Eksekutif/Kabinet (Perdana Menteri) adalah Parlemen, bukan diplih oleh rakyat secara langsung. Oleh karena yang memilih Perdana Menteri serta kabinetnya adalah Parlemen, maka Kabinet (Perdana Menteri) bertanggungjawab kepada Parlemen.

Kabinet bisa jatuh (bubar) apabila tidak mendapat dukungan mayoritas dari Parlemen. Sebaliknya apabila dukungan Parlemen terhadap Kabinet semakin besar atau kuat, maka jabatan Kabinet (Perdana Menteri) berlangsung sampai masa jabatan berakhir sesuai dengan yang ditentukan oleh Konstitusi Negara tersebut.

Bilamana suatu Partai Politik peserta Pemilihan Umum tidak memperoleh dukungan (perwakilan) mayoritas, maka tidak dapat membentuk kabinet sendiri dari satu partai.

Untuk dapat membentuk kabinet maka partai yang mempunyai anggota banyak di parlemen (legislatif) dapat membentuk koalisi yang selajutnya membentuk Kabinet (Eksekutif/Perdana Menteri).

Pembentukan pemerintahan (Kabinet) melalui koalisi ini, kedudukannya sangat lemah karena harus banyak memberikan konsesi-konsesi politik kepada partai yang diajak berkoalisi. Apabila konsesi-konsesi politik tidak tercapai dapat mengakibatkan krisis kabinet atau pemerintahan, dan kabinet bisa jatuh.

Sistem pemerintahan yang diuraikan di muka adalah “sistem pemerintahan parlemen murni”.

Kepala Negara dalam sistem Parlementer bisa seorang Presiden atau Raja, Sultan atau Kaisar atau “Dinasti” atau sebutan lainnya yang berfungsi sebagai Kepala Negara, bukan sebagai Kepala Pemerintahan (Eksekutif).

Tugas Kepala Negara hanya sebagai “pemberi restu” atas Esekutif, selain itu dapat membentuk Formatur Kabinet untuk membubarkan Kabinet jika negara dalam keadaan krisis atau bahaya.

Contoh negara: Malaysia, Singapura, Thailand, Jepang, Inggris, Australia dan lainnya.

Organisasi Kekuasaan Negara

Organisai Kekuasaan Negara atau Lembaga-Lembaga Negara Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen) terdiri dari:

  1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (Pasal 2 UUD 1945);
  2. Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 UUD 1945);
  3. Dewan Perwakilan Daerah (Pasal 22C UUD 1945);
  4. Presiden (Pasal 4 UUD 1945);
  5. Komisi Pemilihan Umum (Pasal 22E ayat 5 UUD 1945);
  6. Badan Pemeriksa Keuangan (Pasal 23E UUD 1945);
  7. Mahkamah Agung (Pasal 24 jo Pasal 24A UUD 1945);
  8. Mahkamah Konstitusi (Pasal 24 jo Pasal 24C UUD 1945);
  9. Komisi Yudisial (Pasal 24A ayat (3) jo Pasal 24B UUD 1945).

Adapun kedudukan dan tugas kewajiban serta kewenanangan lembaga-lembaga Negara diatur dalam UUD 1945 dan Undang-undang.

Bibliografi

  • Umar Said Sugiharto. 2009. Pengantar Hukum Indonesia. Malang: Publikasi Online.
  • Bintan Saragih. 1987. Lembaga Perwakilan dan Pemilu Indonesia. Jakarta: Gaya Media Pratama.
  • Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Anda kini sudah mencapai bagian akhir dalam menuntaskan pembahasan Bab XII (kedua belas) dengan judul Dasar-dasar Hukum Tata Negara yang merupakan materi dari mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia. Silahkan klik tombol di bawah ini untuk memilih bab selanjutnya. 👇👇👇
Adam Malik
Pendiri https://www.situshukum.com yang sudah bergelar S.H namun juga gemar dengan dunia Teknologi. Salam Kenal!

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter