Hukum Wakaf: Pengertian, Dasar Hukum, Unsur, Syarat dan Macam-macam Wakaf

Post a Comment
Hukum Wakaf

Situs Hukum - Pengertian Wakaf: Wakaf berasal dari bahasa Arab “Waqf” yang berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam di tempat” atau “tetap berdiri”.

Wakaf menurut syara’ adalah menahan dzat (asal) benda dan mempergunakan hasilnya, yakni menahan benda dan mempergunakan manfaatya di jalan Allah (sabilillah).

Menurut Ali bin Muhammad Al-Jurjani, Wakaf adalah menahan dzat suatu benda dalam pemilikan si wakif dan memanfaatkan (mempergunakan) manfaatnya.

Wakaf itu suatu ibadah yang disyariatkan dan telah menjadi lazim (telah berlaku) dengan sebutan lafadz, walapun tidak diputuskan oleh hakim, dan lepas miliknya, walaupun barang itu tetap ada ditangannya.

Wakaf berarti penetapan yang bersifat abadi untuk memungut hasil dari barang yang diwakafkan guna kepentingan orang-orang atau yang bersifat keagamaan atau untuk tujuan amal.

Menurut Anwar Haryono, wakaf adalah pelepasan hak milik seorang muslim yang hanya manfaat atau hasilnya (buahnya) dipergunakan untuk kepentingan umum. Penglepasan hak milik ini dinilai sebagai shadaqah jariyah (continue).

Wakaf berarti menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah, serta dimaksudkan untuk mendapatkan keridhaan Allah S.w.t.

Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariat (Pasal 1 UU No. 41 Tahun 2004).
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, wakaf adalah melepaskan atau menahan hak milik atas harta benda untuk dimanfaatkan guna kepentingan ibadah (umum) yang diridhai Allah S.w.t.

Dasar Hukum Wakaf

Ada dua jenis hukum wakaf, yaitu hukum yang didasarkan pada Alquran & hadis dan pada hukum positif.

Pada dasarnya, hukum wakaf adalah sunnah. Hal tersebut bersumber pada Alquran surah Al-Hajj ayat 77 dan Ali Imran ayat 92. Sedangkan berdasarkan hukum positif, hukum wakaf telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 41 tahun 2004.

Jika didefinisikan menurut UU no. 41 tahun 2004, hukum wakaf adalah suatu perbuatan hukum oleh orang yang melakukan wakaf (wakif) untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda/aset yang dimiliki guna dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu guna kebutuhan ibadah atau kesejahteraan umum berdasarkan ketentuan agama Islam.

Ada lebih dari 3 (tiga) dasar hukum wakaf di Indonesia, diantaranya yaitu:
  • Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2006;
  • Undang-undang No. 41 tahun 2004;
  • Selebihnya diterangkan di bawah ini.
Dasar hukum wakaf keberadaannya tercantum di dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad S.a.w. sebagai berikut:

Berbuatlah kebajikan agar kamu mendapat kebahagiaan/kemenangan (Al-Qur’an, Al-Hajj : 77).

Belanjakanlah sebagian hartamu dengan baik-baik (Al-Qur’an, Al-Baqarah : 267).

Kamu tidak akan memperoleh kebaikan, kecuali kamu belanjakan sebagian harta yang kamu cintai (Al-Qur’an, Al-Imran : 92).

Apabila anak Adam meninggal dunia, putuslah amalnya, kecuali tiga perkara, yakni shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan orang tuanya (H.R. Abu Hurairah r.a.).

Menurut Muhammad Ismail Al-Kahlani, menafsirkan Shadaqah Jariyah dengan wakaf. Dan hadits tersebut tercantum dalam bab wakaf.

Menurut Asy-Syaukani, bahwa para ulama menafsirkan shadaqah jariyah sama dengan wakaf. Yang dimaksud dengan shadaqah jariyah adalah wakaf.

Unsur-Unsur Wakaf

Unsur-unsur (rukun) wakaf ada lima yakni:
  1. Wakif (orang yang berwakaf);
  2. Mauquf (harta yang diwakafkan/obyek wakaf);
  3. Mauquf alaih (tujuan/peruntukan harta yang diwakafkan);
  4. Nadzir (penerima/pengurus/pengelola wakaf);
  5. Aqad wakaf atau sighat (pernyataan serah terima wakaf dari Wakif ke Nadzir (Maukuf alaih).

Syarat-Syarat Wakaf

Untuk sahnya wakaf, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
  1. Wakif harus mukallaf (baligh), sebagai pemilik sendiri harta yang diwakafkan, dan sukarela atas kehendak sendiri atau tidak dipaksa.
  2. Harta yang diwakafkan harus milik wakif dan kekal atau tidak rusak artinya dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan/pengunaan wakaf.
  3. Tujuan wakaf harus jelas untuk kemaslahatan ummat, penggunaannya tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah atau syariat dan tidak bertentangan dengan hukum atau kepentingan umum.
  4. Nadzir harus mukallaf (baligh/dewasa), berakal sehat, jujur/adil, dan mampu/amanah dalam mengurus/mengelola wakaf.
  5. Aqad (sighat) atau ikrar wakaf harus dinyatakan dengan jelas dengan tulisan atau lisan kepada Nadzir termasuk peruntukan wakaf harus dinyatakan dengan jelas.
  6. Wakaf dilaksanakan dengan tunai pada saat dilakukan ikrar wakaf, tidak boleh diangsur dan tidak boleh khiyar.

Macam-Macam Wakaf

Menurut syariat Islam, wakaf ada dua macam. yaitu:
  1. Wakaf ahli atau wakaf dzurri (keluarga), yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan keluarga/family/wakif.
  2. Wakaf Khairi (kebajikan) adalah wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat umum.
Menurut Pasal 7 dan Pasal 9 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Wakif dan Nadzir dapat berupa (a) perorangan, (b) organisasi, (c) badan hukum.

Sedangkan harta benda (obyek) wakaf berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak (Pasal 16 Undang-Undang Wakaf).

Menurut Pasal 16 jo Pasal 17 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 41 Taun 2004 Tentang Wakaf, yang dimaksud benda tidak bergerak adalah hak-hak atas tanah yan sudah maupun yang belum terdaftar (hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak pengelolaan, hak milik atas rumah susun, dan hak atas benda tidak  bergerak lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah dan Peraturan Perundang-undangan).

Menurut Pasal 15 jo Pasal 20 dan Pasal 21 sub (a) Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, jenis benda bergerak obyek wakaf dapat berupa uang, dan benda bergerak bukan uang (kapal, pesawat terbang, kendaraan bermotor, mesin-mesin industry, logam dan batu mulia, saham, obligasi, surat utang negara dan surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang).

Selain itu juga Hak Kekayaan Intelektual, hak sewa, hak pakai, hak pakai hasil atas benda bergerak (Pasal 21 sub b dan sub c  P.P. No. 42 Tahun 2006).

Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 (Undang-Undang Wakaf) Ikrar Wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nadzir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikar Wakaf (PPAIW) dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.

Ikrar wakaf yang dimaksudkan dapat dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW (Pasal 17 UUW).

Kemudian dengan atas nama Nadzir, PPAIW mendaftarkan harta benda wakaf kepada Instansi yang berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani (Pasal 32 UUW).

Instansi yang berwenang melakukan pendaftaran wakaf yang berupa benda tidak bergerak (tanah) yang dimaksud adalah Badan Pertanahan Nasional.

Adapun instansi yang berwenang melakukan pendaftaran wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar adalah “Badan Wakaf Indonesia” (penjelasan pasal 32 UUW).

Untuk wakaf uang, kehendak wakif disampaikan secara tertulis kepada Lembaga Keuangan Sariah (Pasal 28 UUW).

Oleh Lembaga Keuangan Syariah kemudian diterbitkan sertifikat wakaf uang yang diberikan kepada Wakif dan Nadzir (Pasal 29 UUW).

Lembaga Keuangan Syariah atas nama Nadzir mendaftarkan harta benda wakaf  “uang” kepada Menteri Agama (Pasal 30 UUW).

Bibliografi

  • Umar Said Sugiharto, 2009. Pengantar Hukum Indonesia. Malang: Publikasi Online.
  • Sayid Sabiq. 1997. Fiqih Sunnah. Bandung: PT. Al-Ma’arif.
  • Suparman, Usman. 2006. Hukum Perwakafan Indonesia. Jakarta: Darul Ulum Perss.
  • Hasbi Ashiddiqi. 1975. Pengantar Hukum Fiqh Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
  • Maulana Muhammad Ali. 1980. The Religion of  Islam (Penerjemah R. Kalang dan HM. Bachrun). Jakarta: PT. Ichtiar Baru.
  • Anwar Haryono. 1968. Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya. Jakarta: Bulan Bintang.
  • Ahmad Azhar Basyir. 1987. Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah dan Syirkah. Bandung: PT. Al-Ma’arif.
  • Umar Said Sugiharto. 1993. Efektifitas Pendaftaran Tanah di Kota Malang Setelah Berlakunya PP. No. 28 tahun 1977. Thesis: Publikasi Online.
  • https://www.rumah.com/panduan-properti/tentang-wakaf-hukum-wakaf-jenis-jenis-syarat-dan-aturan-hukum-23414. Diakses pada tanggal 24 Agustus 2020.
  • https://blog.kitabisa.com/pengertian-wakaf-syarat-dan-hukumnya/. Diakses pada tanggal 24 Agustus 2020.
Anda kini sudah mencapai bagian akhir dalam menuntaskan pembahasan Bab IX (kesembilan) dengan judul Dasar-dasar Hukum Islam yang merupakan materi dari mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia. Silahkan klik tombol di bawah ini untuk memilih bab selanjutnya. 👇👇👇
Adam Malik
Pendiri https://www.situshukum.com yang sudah bergelar S.H namun juga gemar dengan dunia Teknologi. Salam Kenal!

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter